Rabu, 11 Januari 2017

Konversi, Akronimisasi, dan Pemendekan

A.     Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi
            Selain proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, masih ada proses lain dalam pembentukan kata Bahasa Indonesia. Proses tersebut adalah konversi, akronimisasi, dan penyerapan. Namun, kalau ketiga proses yang pertama betul-betul merupakan proses mekanisme gramatikal, sedangkan ktiga yang terakhir tidak seluruhnyamerupakan masalah gramatikal, karena prosesnya tidak mudah dikaidahkan dan juga produktivitasnya sangat rendah. Ketiganya akan dibicarakan pada subbab-subbab berikut.
a)      Konversi
Konversi lazim juga disebut derivasi zero, transmutasi,  transposisi adalah proses pembentukan kata dari sebuah dasar berkategori tertentu menjadi kata berkategori lain, tanpa mengubah bentuk fisik dari dasar itu
( Abdul Chaer : 2008 : 235 ).
Contohnya :
(1) petani membawa cangkul ke sawah
(2) cangkul dulu tanah itu, baru ditanami
Jadi, kalimat pertama yang bermodus deklaratif pada kata cangkul berkategori nomina; sedangkan pada kalimat kedua yang bermodus imperatif pada kata cangkul berkategori verba.
Sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang berbeda. Hal ini disebabkan pada kata cangkul dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (bendaan) juga memiliki komponen makna (alat) dan (tindakan). Komponen makna tindakan inilah yang menyebabkan kata cangkul itu dalam kalimat imperatif menjadi berkategori verba. Namun berbeda lagi dengan kata pisau yang memiliki komponen makna (bendaan) dan (alat). Ketiadaan komponen makna (tindakan) pada kata pisau itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat imperatif ( Abdul Chaer : 2008 : 236 ).

b)      Modifikasi internal
            Proses morfologis yang disebut modifikasi intern jarang terdapat pada bahasa-bahasa di dunia. Modifikasi internal biasanya terjadi karena ada perubahan pada bagian dalam morfem. Istilah “modifikasi intern” dipinjam dari istilah Inggris internal modification. Yang dimaksudkan di sini ialah perubahan vocal, misalnya dalam proses morfemis kata-kata Arab tertentu. Modifikasi demikian kita temukan pula dalam banyak bahasa Indo-Eropa, dalam kata kerja “kuat” misalnya, seperti dalam bahasa Inggris: sing-sang-sung, take-took-taken, dan lainnya. Alasan untuk menolak penafsiran modifikasi intern sebagai proses morfemis dalam contoh-contoh tadi cukup meyakinkan. Seandainya kita tafsirkan demikian, maka secara konsekuen harus kita simpulkan pula bahwa ada morfem akar m-nd-r, b-l-k, -ayur, dan untuk hal itu tidak ada paralel dalam morfologi bahasa Indonesia. Modifikasi internal juga sering disebut pembentukan kata dengan mengubah vokal bentuk dasar ( Abdul Chaer : 2008 ).
Misalnya:
drink + past → drank­­
food + plural → feet
c)      Suplesi
           
Suplesi, dalam proses suplesi perubahanya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hampir tidak tampak lagi, boleh dikatakan bentuk dasar itu berubah total. Misalnya, bentuk lampau dari kata inggris go yang menjadi went
( Abdul Chaer : 2008 ).
1.    Pemendekan
            Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna utuhnya ( Abdul Chaer : 2008 ).
            Dalam berbagai kepustakaan, hasil proses pemendekan ini biasanya dibedakan atas penggalan, singkatan, dan akronim. Yang di maksud dengan penggalan adalah  kependekan berupa pengekalan satu atau dua suku pertama dari bentuk yang dipendekan itu. Misalnya, dok dari bentuk dokter, perpusdari bentuk perpustakaan.


Yang dimaksud dengan singkatan adalah hasil proses pemendekan, yang antara lain berupa:
a)      Pengekalan huruf awal dari sebuah leksem, atau huruf-huruf awal dari gabungan leksem. Misalnya: DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
b)      Pengekalan beberapa huruf dari sebuah leksem. Misalnya: bhs (bahasa)
c)      Pengekalan huruf pertama dikombinasi dengan penggunaan angka untuk pengganti huruf yang sama. Misalnya: P3 (partai persatuan pembangunan)
d)     Pengekalan dua, tiga, atau empat huruf pertama dari sebuah leksem.
Misalnya : Okt (oktober).
e)      Pengekalan huruf pertama dan huruf terakhir dari sebuah leksem.
 Misalnya : Ir (insinyur)
2.    Produktifitas proses morfemis
            Produktifitas proses morfemis adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi,reduplikasi,dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas, artinya ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut. Proses infektif atau paradigmatis, karena tidak membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya, tidak dapat dikatakan proses yang produktif ( Abdul Chaer : 2008 ).
3.      Akronimisasi
Akronimisasi adalah proses pembentukan sebuah kata dengan cara menyingkat sebuah konsep yang direalisasikan dalam sebuah konstruksi lebih dari sebuah kata. Pada proses ini akan menghasilkan sebuah kata yang disebut dengan akronim. Jadi, sebetulnya akronim adalah juga sebuah singkatan, namun yang “diperlakukan” sebagai sebuah kata atau sebuah butir leksikal
( Abdul Chaer : 2008 : 236 ).
Contohnya :
Pilkada → pemilihan kepala daerah
Jabodetabek → Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi
Balita → bayi lima tahun



Beberapa aturan yang digunakan dalam akronimisasi, antara lain :
·         Pengambilan huruf-huruf (fonem-fonem) pertama dari kata yang membentuk konsep tersebut. Misalnya :
-           STKIP → Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
-           ABRI → Sngkatan Bersenjata R­epublik Indonesia
-          PSSI  → Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia
·         Pengambilan suku kata pertama dari semua kata yang membentuk konsep tersebut. Misalnya :
-           Balita → bayi lima tahun
-           Pujasera → pusat jajanan serba ada
-           Puskesmas → pusat kesehatan masyarakat
·         Pengambilan suku kata pertama ditambah dengan huruf pertama dari suku kata kedua dari setiap kata yang membentuk konsep tersebut. Misalnya :
-           Warteg  → warung tegal
-           Kalbar → Kalimantan Barat
-           Sulsel → Sulawesi Selatan
·         Pengambilan suku kata yang dominan dari setiap kata yang mewadahi konsep tersebut. Misalnya :
-           Tilang → bukti pelanggaran
-           Bintal → pembinaan mental
-           Gakin → keluarga miskin
·         Pengambilan suku kata tertentu disertai dengan modifikasi yang tampaknya tidak beraturan; namun, masih dengan memperhatikan “keindahan” bunyi. Misalnya :
-           Pilkada → pemilihan kepala daerah
-           Kloter → kelompok terbang
-           Unila → Universitas Negeri Lampung
·         Pengambilan unsur-unsur kata yang mewadahi konsep tersebut, tetapi sukar disebutkan keteraturannya termasuk di seni. Misalnya :
-           Sinetron → sinema elektronik
-           Satpam → satuan pengamanan
-           Kalapas → kepala lembaga pemasyarakatan

4.    Penyerapan
     Penyerapan adalah proses pengambilan kosakata dari bahasa asing, baik bahasa asing Eropa (seperti bahasa asing Belanda, bahasa Inggris, bahasa Portugis, dan sebagainya), maupun bahasa asing Asia (seperti bahasa Arab, bahasa Parsi, bahasa Sansakerta, bahasa Cina, dan sebagainya). Termasuk dari bahasa Nusantara (seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Minang, bahasa Bali, dan sebagainya) ( Abdul Chaer : 2008 : 239 ).


Didalam sejarahnya penyerapan kosakata asing berlangsung secara audial, artinya melalui pendengaran : orang asing mengucapkan kosakata asing ini, lalu orang Indonesia menirukannya, sesuai dengan yang didengarkannya. Karena sistem fonologi bahasa asing itu berbeda dengan sistem fonologi bahasa yang dimiliki orang Indonesia, maka bunyi ujaran bahasa asing ditiru menurut kemampuan lidah melafalkannya. Sebagai contoh bahasa Belanda pada kata domme krach dilafalkan menjadi dongkrak, bahasa Sansakerta utpatti dilafalkan menjadi upeti, bahasa Arab pada kata mudharat dilafalkan menjadi melarat, dan bahasa Portugis pada kata almari dilafalkan menjadi lemari ( Abdul Chaer : 2008 : 239 ).