A .
Hakikat
Wacana
Sering
sekali kita mendengar tentang wacana, namun terkadang kita tidak paham
bagaimana hakikat wacana itu sendiri. Istilah wacana telah dipakai oleh banyak
kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, politik, komunikasi, sastra, dan
sebagainya. Dalam pembelajaran, wacana merupakan disiplin ilmu baru. Menurut
Chaer (2007:265) menyebutkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap,
sehingga dalam hirarki bahasa merupakan satuan gramatikal tertinggi atau
terbesar. Wacana sebagai satuan gramatikal yang lengkap, harus terdapat konsep,
gagasan, pikiran, dan ide yang utuh, yang akan dipahami oleh pembaca dalam
bentuk wacana lisan dan oleh pendengar dalam bentuk wacana lisan.
Untuk lebih
dapat memahami suatu wacana, maka yang perlu kita lakukan adalah mengetahui
ciri-ciri dari wacana. Diantaranya :
a. Terdiri dari satuan gramatikal
b. Satuan terbesar, tertinggi, atau
terlengkap
c. Untaian kalimat-kalimat
d. Memiliki hubungan preposisi (kata
depan)
e. Memiliki hubungan koherensi
f. Memiliki hubungan kohesi
g. Medium bisa lisan maupun tulis.
Selain itu juga terdapat sifat-sifat
sebuah wacana, antara lain :
1)
Wacana
dapat berupa rangkaian ujar secara lisan dan tulisan atau rangkaian tindak
tutur.
2)
Wacana
mengungkapkan suatu hal (subjek)
3)
Penyajiannya
teratur, sistematis, koheren, dan lengkap dengan semua situasi pendukungnya.
4)
Wacana
memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu.
5)
Wacana
dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental. (Darma:2009:3)
Fungsi
wacana yang utama adalah untuk menyampaikan informasi kepada pembaca maupun
pendengar. Fungsi wacana dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu secara
transaksional dan intruksional. Secara transaksional
adalah bahwa sebuah wacana adalah uraian yang tersusun dari satuan gramatikan
yang berfungsi untuk menyampaikan informasi berupa ide, gagasan, maupun
menguraikan sebuah topik permasalahan. Sedangkan secara intruksional adalah bahwa wacana berfungsi untuk memberikan
penjelasan mengenai ide atau gagasan yang disampaikan kepada pembaca ataupun
pendengar. Funsi intruksional memberikan petunjuk atau arahan kepada pembaca
atau pendengar, fungsi ini diimplementasikan pada jenis wacana persuasive.
B.
KEDUDUKAN WACANA
1.
Analisis “Wacana” dengan “Fonologi”
Abdul
Chaer (2007:102) menjelaskan bahwa fonologi adalah bidang linguistik yang
mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Wacana
adalah kajian yang meneliti dan mengkaji bahasa yang digunakan secara alamiah,
baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Hubungan antara fonologi dan wacana
adalah sebagai berikut:
a. Fonologi maupun wacana sama-sama
menggunakan bahasa sebagai objek kajiannya, hanya saja perbedaannya adalah
fonologi mengkaji struktur bahasa (khususnya bunyi bahasa) sedangkan analisis
wacana mengkaji bahasa di luar struktur/kaidah-kaidah. Secara Hierarki,
Fonologi merupakan tataran terkecil dalam Wacana. Dalam mengkaji wacana, teori
tentang bunyi-bunyi bahasa sangat diperlukan sebab Fonologi merupakan dasar
dari ilmu bahasa lainnya.
b. Fonologi dan Wacana sama-sama mengkaji
bahasa dalam bentuk lisan, hanya saja yang membedakan adalah fonologi tidak
mengkaji bahasa dalam bentuk tulisan sebab yang menjadi objeknya hanyalah
bunyi-bunyi bahasa yang dikeluarkan oleh alat ucap manusia, sedangkan wacana
mengkaji naskah-naskah yang berbentuk tulisan.
2.
Analisis “Wacana” dengan “Morfologi”
Wijana
menjelaskan bahwa morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari
seluk-beluk morfem dan penggabungannya untuk membentuk satuan lingual yang
disebut kata polimorfemik.
Hubungan
Morfologi dengan Wacana adalah sebagai berikut:
a. Morfologi dan Wacana sama-sama
menggunakan bahasa sebagai objek kajiannya. Hanya saja, sama dengan Fonologi,
morfologi juga mengkaji struktur bahasa (khususnya pembentukan kata) sedangkan
analisis wacana mengkaji bahasa di luar struktur/kaidah-kaidah. Secara
Hierarki, Morfologi merupakan tataran terkecil kedua dalam Wacana. Dalam
mengkaji wacana, teori tentang pembentukan kata sangat dibutuhkan sebab Wacana
yang berbentuk naskah itu terbentuk dari susunan kata demi kata yang memiliki
makna.
b. Morfologi yang mempelajari seluk beluk
pembentukan kata sangat berhubungan dengan Wacana karena dalam Wacana harus
tepat dalam memilih kata-kata sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan oleh
Wacana tersebut.
3. Analisis “Wacana” dengan “Sintaksis”
Ramlan
menjelaskan bahwa sintaksis adalah cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan
seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa. Sedangkan Kridalaksana dalam
Tarigan (1984:208) menjelaskan bahwa wacana (discourse) adalah satuan bahasa
terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi
atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk wacana yang utuh (novel,
buku, seri ensiklopedia, dsb.) paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat
yang lengkap.
Hubungan antara
Sintaksis dengan Wacana adalah sebagai berikut:
a. Sintaksis dan Wacana sama-sama
menggunakan bahasa sebagai objek kajiannya. Hanya saja, sama dengan Fonologi
dan morfologi, Sintaksis juga mengkaji struktur bahasa (khususnya pembentukan
kalimat) sedangkan analisis wacana mengkaji bahasa di luar
struktur/kaidah-kaidah. Secara Hierarki, Sintaksis merupakan tataran terkecil
ketiga dalam Wacana.
b. Sintaksis yang mempelajari seluk beluk
pembentukan kalimat sangat berhubungan dengan Wacana karena Dalam mengkaji
wacana, teori tentang pembentukan kalimat sangat dibutuhkan. Sebuah Wacana
dapat dikatakan baik apabila hubungan antara kalimat-kalimatnya kohesi dan
koheren.
4.
Analisis “Wacana” dengan “Semantik”
George
dalam Tarigan (1964:1), secara singkat dan populer menjelaskan bahwa semantik
adalah telaah mengenai makna. Hubungannya dengan Wacana adalah baik Semantik
maupun Wacana sama-sama mengkaji makna bahasa sebagai objek kajiannya. Hanya
saja perbedaannya adalah Semantik mengkaji makna leksikal bahasa (makna
lingistik), sedangkan Wacana mengkaji makna kontekstual atau implikatur dari
ujaran-ujaran atau teks-teks.
5. Analisis “Wacana” dengan “Pragmatik”
Levinson
dalam bukunya yang berjudul Pragmatics, memberikan beberapa batasan tentang
pragmatik. Beberapa batasan yang dikemukakan Levinson antara lain mengatakan
bahwa pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari
penjelasan pengertian bahasa. Dalam batasan ini berarti untuk memahami
pemakaian bahasa kita dituntut memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian
bahasa tersebut. Batasan lain yang dikemukakan Levinson mengatakan bahwa
pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa untuk mengaitkan
kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu. Hubungan
antara “Pragmatik” dan “Wacana” adalah sama-sama mengkaji makna bahasa yang
ditimbulkan oleh konteks.
6. Analisi “Wacana” dengan “Filologi”
Filologi
adalah bahasa, kebudayaan, dan sejarah bangsa yang terekam dalam bahan tertulis
seperti peninggalan naskah kuno linguistik, sejarah dan kebudayaan. Hubungan
Wacana dengan Filologi adalah: Filologi dan wacana sama-sama mengkaji bahasa
dalam bentuk teks atau naskah. Perbedaan keduanya terletak pada tema atau topik
teks atau naskah tersebut. Filologi mengangkat topik yang khusus membahas
tentang sejarah sedangkan Wacana mengangkat topik yang lebih umum dari segala
aspek sosial kehidupan bermasyarakat.
7. Analisis “Wacana” dengan “Semiotika”
Semiotika
adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna bahasa yang
ditimbulkan dari tanda-tanda bahasa. Hubungannya dengan wacana adalah, baik
wacana maupun semiotika sama-sama mengkaji tentang makna bahasa. Hanya saja,
semiotika mengkaji makna bahasa berdasarkan ikon, symbol ataupun indeks
sedangkan wacana mengkaji makna tuturan maupun ujaran-ujaran yang dihasilkan
oleh masyarakat tutur.
8. Analisis Wacana dengan Psikolinguistik
Psikolinguistik
adalah suatu studi mengenai bagaimana penggunaan bahasa dan perolehan bahasa
oleh manusia. Dari defenisi ini, terlihat ada dua aspek yang berbeda, yaitu
pertama perolehan yang menyangkut bagaimana seseorang, terutama anak-anak
belajar bahasa dan kedua adalah penggunaan yang artinya penggunaan bahasa oleh
orang tua normal. Hubungannya dengan Wacana adalah dalam penyususnan wacana,
topik atau tema yang diangkat ataupun ujaran-ujaran yang dihasilkan berdasarkan
kondisi Psikis manusia. Kondisi Psikis ini merupakan salah satu konteks yang
dapat mendukung peneliti dalam memaknai suatu ujaran.
9. Analisis Wacana dengan Sosiolinguistik
Sosiolinguistik
sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan kedudukan bahasa dalam
hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan
bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai
masyarakat sosial. Hubungannya dengan wacana adalah baik wacana maupun
sosiolinguistik sama-sama menitiberatkan bahasa dalam sebuah konteks.
Perbedaannya adalah wacana mengkaji ujaran (bahasa) yang dihasilkan oleh
masyarakat sedangkan sosiolinguistik menitiberatkan pada masyarakat pengguna
bahasa.
Contoh Wacana
Burung merpati adalah salah satu hewan
tersukses di dunia, karena burung jenis ini ditemui di seluruh belahan dunia
kecuali Antartika. Di daerah Boja, burung merpati hidup berdampingan dengan
manusia sebagai hewan peliharaan.
Contoh
diatas merupakan suatu wacana karena memiliki satu kesatuan yang terdiri dari
beberapa kalimat yang berkesinambungan serta memiliki maksud, tujuan, serta
informasi bagi pembacanya.
Daftar
Pustaka
Sumber :Chaer, Abdul. Linguistik Umum. 2007. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nunan, David. 1993. Introducing
Discourse Analisis. London : Penguin English.
Tarigan, Guntur. 2009. Pengajaran Wacana. Angkasa : Bandung
Yoce Aliah Darma, Hajjah. 2009. Analisis
Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar