Selasa, 10 Juli 2018

Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough dan Van Djik


Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat terjadi. Mengutip Fairclough dan Wodak (Badara, 2012:29), analisis wacana kritis menyelidiki bagaimana penggunaan bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing-masing. Berikut ini disajikan karakteristik penting dari analisis wacana kritis yang disarikannya oleh Eriyanto dari tulisan Van Dijk, Fairclough, dan Wodak:
1.   Tindakan
Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan. Dengan pemahaman semacam itu wacana diasosiasikan sebagai bentuk interaksi. Wacana bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal. Wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk memengaruhi, mendebat, membujuk, menyanggah, bereaksi, dan sebagainya. Seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud tertentu, baik besar maupun kecil. Selain itu, wacana juga dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.
2.  Konteks
Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks wacana, seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana dalam hal ini diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Merujuk pada pandangan Cook (Badara, 2012:30), analisis wacana juga memeriksa konteks dari komunikasi: siapa yang mengomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing. Studi mengenai bahasa di sini memasukkan konteks, karena bahasa selalu berada dalam konteks dan tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, interteks, situasi, dan sebagainya. Meskipun demikian, tidak semua konteks dimasukkan dalam analisis, hanya yang relevan dan berpengaruh atas produksi dan penafsiran teks yang dimasukkan ke dalam analisis.

3.  Histori
Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu berarti wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek yang penting untuk bisa mengerti suatu teks ialah dnegan menempatkan wacana tersebut dalam konteks historis tertentu. Misalnya, kita melakukan analisis wacana teks selebaran mahasiswa yang menentang Suharto. Pemahaman mengenai wacana teks tersebut hanya dapat diperoleh apabila kita dapat memberikan konteks historis di mana teks tersebut dibuat; misalnya, situasi sosial politik, suasana pada saat itu.
4.  Kekuasaan
Di dalam analisis wacana kritis juga dipertimbangkan elemen kekuasaan di dalam analisisnya. Setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dan masyarakat. Misalnya, kekuasaan laki-laki dalam wacana mengenai seksisme atau kekuasaan perusahaan yang berbentuk dominasi pengusaha kelas atas kepada bawahan.
5.  Ideologi
Ideologi memiliki dua pengertian yang bertolak belakang. Secara positif, ideologi dipersepsi sebagai suatu pandangan dunia yang menyatakan nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka. Adapun secara negatif, ideologi dilihat sebagai suatu kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas sosial. Sebuah teks tidak pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi.

B. Analisis Wacana Kritis (AWK) Model Norman Fairclough
Norman Fairclough (Badara, 2012:26) mengemukakan bahwa wacana merupakan sebuah praktik sosial dan membagi analisis wacana ke dalam tiga dimensi yaitu text, discourse practice, dan sosial practice. Text berhubungan dengan linguistik, misalnya dengan melihat kosakata, semantik, dan tata kalimat, juga koherensi dan kohesivitas, serta bagaimana antarsatuan tersebut membentuk suatu pengetian. Discourse practice merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks; misalnya, pola kerja, bagan kerja, dan rutinitas saat menghasilkan berita. Social practice, dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks; misalnya konteks situasi atau konteks dari media dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya politik tertentu.
Berdasarkan hal di atas, maka dirumuskanlah suatu pengertian analisis wacana yang bersifat kritis yaitu suatu pengkajian secara mendalam yang berusaha mengungkapkan kegiatan, pandangan, dan identitas berdasarkan bahasa yang digunakan dalam wacana. Analisis wacana menggunakan pendekatan kritis memperlihatkan ketepaduan: (a) analisis teks; (b) analisis proses, produksi, konsumsi, dan distribusi teks; serta (c) analisis sosiokultural yang berkembang di sekitar wacana itu.
Pendekatan Fairclough dalam menganalisa teks berusaha menyatukan tiga tradisi yaitu (Jorgensen dan Phillips, 2007:124):
a.    Analisis tekstual yang terinci di bidang linguistik;
b.    Analisis makro-sosiologis praktik sosial (termasuk teori Fairclough, yang tidak menyediakan metodologi untuk teks-teks khusus);
c.    Tradisi interpretatif dan mikro-sosiologis dalam sosiologi (termasuk etnometodologi dan analisa percakapan) dimana kehidupan sehari-hari diperlakukan sebagai produk tindakan seseorang. Tindakan tersebut mengikuti sederet prosedur dan “kaidah akal sehat”.
Model Norman Fairclough (Eriyanto, 2001: 286) membagi analisis wacana kritis ke dalam tiga dimensi, yakni:
1.  Dimensi Tekstual (Mikrostruktural)
Setiap teks secara bersamaan memiliki tiga fungsi, yaitu representasi, relasi, dan identitas. Fungsi representasi berkaitan dengan cara-cara yang dilakukan untuk menampilkan realitas sosial ke dalam bentuk teks. Analisis dimensi teks meliputi bentuk-bentuk tradisional analisis lingu­istik – analisis kosa kata dan semantik, tata bahasa kalimat dan unit-unit lebih kecil, dan sistem suara (fonologi) dan sistem tulisan. Fair­clough menadai pada semua itu sebagai ‘analisis linguistik’, walaupun hal itu menggunakan istilah dalam pandangan yang diperluas. Ada beberapa bentuk atau sifat teks yang dapat dianalisis dalam membongkar makna melalui dimensi tekstual, diantaranya:
a.    Kohesi dan Koherensi
Analisis ini ditujukan untuk menunjukkan cara klausa dibentuk hingga menjadi kalimat, dan cara kalimat dibentuk hingga membentuk satuan yang lebih besar. Jalinan dalam analisis ini dapat dilihat melalui penggunaan leksikal, pengulangan kata (repetisi), sinonim, antonim, kata ganti, kata hubung, dan lain-lain.
b.    Tata Bahasa
Analisis tata bahasa merupakan bagian yang sangat penting dalam analisis wacana kritis. Analisis tata bahasa dalam analisis kritis lebih ditekankan pada sudut klausa yang terdapat dalam wacana. Klausa ini dianalisis dari sudut ketransitifan, tema, dan modalitasnya. Ketransitifan dianalisis untuk mengetahui penggunaan verba yang mengonstruksi klausa apakah klausa aktif atau klausa pasif, dan bagaimana signifikasinya jika menggunakan nominalisasi. Penggunaan klausa aktif, pasif, atau nominalisasi ini berdampak pada pelaku, penegasan sebab, atau alasan-alasan pertanggungjawaban dan lainnya. Contoh penggunaan klausa aktif senantiasa menempatkan pelaku utama/subjek sebagai tema di awal klausa. Sementara itu, penempatan klausa pasif dihilangkan. Pemanfaatan bentuk nominalisasi juga mampu membiaskan baik pelaku maupun korban, bahkan keduanya.
Tema merupakan analisis terhadap tema yang tertujuan untuk melihat strkutur tematik suatu teks. Dalam analisis ini dianalisis tema apa yang kerap muncul dan latar belakang kemunculannya. Representasi ini berhubungan dengan bagian mana dalam kalimat yang lebih menonjil dibandingkan dengan bagian yang lain. Sedangkan modalitas digunakan untuk menunjukkan pengetahuan atau level kuasa suatu ujaran. Fairclough melihat modalitas sebagai pembentuk hubungan sosial yang mampu menafsirkan sikap dan kuasa. Contoh: penggunaan modalitas pada wacana kepemimpinan pada umumnya akan didapati mayoritas modalitas yang memiliki makna perintah dan permintaan seperti modalitas mesti, harus, perlu, hendaklah, dan lain-lain.
c.    Diksi
Analisis yang dilakukan terhadap kata-kata kunci yang dipilih dan digunakan dalam teks. Selain itu dilihat juga metafora yang digunakan dalam teks tersebut. Pilihan kosakata yang dipaaki terutama berhubungan dengan bagaimana peristiwa, seseorang, kelompok, atau kegiatan tertentu dalam satu set tertentu. Kosakata ini akan sangat menentukan karena berhubungan dengan pertanyaan bagaimana realitas ditandakan dalam bahasa dan bagaimana bahasa pada akhirnya mengonstruksi realitas tertentu. Misalnya pemilihan penggunaan kata untuk miskin, tidak mampu, kurang mampu, marjinal, terpinggirkan, tertindas, dan lain-lain.
2. Dimensi Kewacanan (Mesostruktural)
Dimensi kedua yang dalam kerangka analisis wacana kritis Norman Fairclough ialah dimensi ke­wacanaan (discourse practice). Dalam analisis dimensi ini, penafsiran dilakukan terhadap pe­mrosesan wacana yang meliputi aspek peng­hasilan, penyebaran, dan penggunaan teks. Be­berapa dari aspek-aspek itu memiliki karakter yang lebih institusi, sedangkan yang lain berupa proses-proses penggunaan dan pe­nyebaran wacana. Berkenaan dengan proses-proses insti­tusional, Fairclough merujuk rutini­tas institusi seperti prosedur-prosedur editor yang dilibat­kan dalam penghasilan teks-teks media. Praktik wacana meliputi cara-cara para pekerja media memproduksi teks. Hal ini berkaitan dengan wartawan itu sendiri selaku pribadi; sifat jaringan kerja wartawan dengan sesama pekerja media lainnya; pola kerja media sebagai institusi, seperti cara meliput berita, menulis berita, sampai menjadi berita di dalam media. Fairclough mengemukakan bahwa analisis kewacananan berfungsi untuk mengetahui proses produksi, penyebaran, dan penggunaan teks. Dengan demikian, ketiga tahapan tersebut mesti dilakukan dalam menganalisis dimensi kewacanan.
a.    Produksi Teks
Pada tahap ini dianalisis pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksi teks itu sendiri (siapa yang memproduksi teks). Analisis dilakukan terhadap pihak pada level terkecil hingga bahkan dapat juga pada level kelembagaan pemilik modal. Contoh pada kasus wacana media perlu dilakukan analisis yang mendalam mengenai organisasi media itu sendiri (latar belakang wartawan redaktur, pimpinan media, pemilik modal, dll). Hal ini mengingat kerja redaksi adalah kerja kolektif yang tiap bagian memiliki kepentingan dan organisasi yang berbeda-beda sehingga teks berita yang muncul sesungguhnya tidak lahir dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil negosiasi dalam ruang redaksi.
b.    Penyebaran Teks
Pada tahap ini dianalisis bagaimana dan media apa yang digunakan dalam penyebaran teks yang diproduksi sebelumnya. Apakah menggunakan media cetak atau elektronik, apakah media cetak koran, dan lain-lain. Perbedaan ini perlu dikaji karena memberikan dampak yang berbeda pada efek wacana itu sendiri mengingat setiap media memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Contoh: pada kasus wacana media wacana yang disebarkan melalui televisi dan koran memberi efek/dampak yang berbeda terhadap kekuatan teks itu  sendiri. Televisi melengkapi dirinya dengan gambar dan suara, namun memiliki keterbatasan waktu. Sementara itu koran tidak memiliki kekuatan gambar dan suara, tapi memiliki kekekalan waktu yang lebih baik dibandingkan televisi.
c.    Konsumsi Teks
Dianalisis pihak-pihak yang menjadi sasaran penerima/pengonsumsi teks. Contoh pada kasus wacana media perlu dilakukan analisis yang mendalam mengenai siapa saja pengonsumsi media itu sendiri. setiap media pada umumnya telah menentukan “pangsa pasar”nya masing-masing.
3. Dimensi Praktis Sosial-Budaya (Makrostruktural)
Dimensi ketiga adalah analisis praktik sosio­budaya media dalam analisis wacana kritis Norman Fairclough merupakan analisis tingkat makro yang didasarkan pada pendapat bahwa konteks sosial yang ada di luar media se­sungguhnya memengaruhi bagaimana wacana yang ada ada dalam media. Ruang redaksi atau wartawan bukanlah bidang atau ruang kosong yang steril, tetapi juga sangat ditentukan oleh faktor-faktor di luar media itu sendiri. Praktik sosial-budaya menganalisis tiga hal yaitu ekonomi, politik (khususnya berkaitan dengan isu-isu kekuasaan dan ideologi) dan budaya (khususnya berkaitan dengan nilai dan identitas) yang juga mempengaruhi istitusi media, dan wacananya. Pembahasan praktik sosial budaya meliputi tiga tingkatan Tingkat situasional, berkaitan dengan produksi dan konteks situasinya Tingkat institusional, berkaitan dengan pengaruh institusi secara internal maupun eksternal. Tingkat sosial, berkaitan dengan situasi yang lebih makro, seperti sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem budaya masyarakat secara keseluruhan. Tiga level analisis sosiocultural practice ini antara lain:
a.    Situasional
Setiap teks yang lahir pada umumnya lahir pada sebuah kondisi (lebih mengacu pada waktu) atau suasana khas dan unik. Atau dengan kata lain, aspek situasional lebih melihat konteks peristiwa yang terjadi saat berita dimuat.
b.    Institusional
Level ini melihat bagaimana persisnya sebuah pengaruh dari institusi organisasi pada praktik ketika sebuah wacana diproduksi. Institusi ini bisa berasal dari kekuatan institusional aparat dan pemerintah juga bisa dijadikan salah satu hal yang mempengaruhi isi sebuah teks.
c.    Sosial
Aspek sosial melihat lebih pada aspek mikro seperti sistem ekonomi, sistem politik, atau sistem budaya masyarakat keseluruhan. Dengan demikian, melalui analisis wacana model ini, kita dapat mengetahui inti sebuah teks dengan membongkar teks tersebut sampai ke hal-hal yang mendalam. Ternyata, sebuah teks pun mengandung ideologi tertentu yang dititipkan penulisnya agar masyarakat dapat mengikuti alur keinginan penulis teks tersebut. Namun, ketika melakukan analisis menggunakan model ini kita pun harus berhati-hati jangan sampai apa yang kita lakukan malah menimbulkan fitnah karena tidak berdasarkan sumber yang jelas.
ANALISIS WACANA KRITIS MODEL VAN DJIK
Wacana merupakan wujud komunikasi verbal. Dari segi bentuk bahasa yang dipakai wacana terbagi dua, yakni wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan (ujaran)merupakan wujud komunikasi lisan yang melibatkan pembaca dan penyimak, sedangkan wacana tulis (teks) merupakan wujud komunikasi tulis yang melibatkan penulis dan pembaca. Aktivitas penyapa (pembicara/penulis) bersifat produktif(Menghasilkan), ekspesif, kreatif, sedangkan akktivitas pesapa (pendengar/pembaca) bersifat reseptif(menerima). Aktivitas di dalam diri pesapa bersifat internal sedangkan hubungan penyapa dan pesapa bersifat interpersonal (Sudaryat, 2009:106).
Wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap dan dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel,buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya) atau dapat pula disajikan dalam bentuk karangan yang bersifat membujuk (persuasi) contohnya iklan. Tarigan (1993:23) mengatakan istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan hanya percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan dimuka umum, tulisan serta upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon.
Menurut Stubbs (dalam Tarigan, 1993:25) wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa. Dengan perkataan lain, unit-unit linguistik yang lebih besar daripada kalimat/kalusa seperti pertukaran-pertukaran percakapan atau teks-teks tertulis disebut wacana. Secara singkat apa yang disebut teks bagi wacana adalah kalimat bagi ujaran (utterance). Doeso (dalam Tarigan, 1993:25) berpendapat wacana adalah seperangkat preposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian wacana adalah suatu pernyataan atau rangkaian pernyataan yag dinyatakan secara lisan ataupun tulisan yang memiliki makna dan konteks di dalamnya.
B.  Analisis Sosial
Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah struktur dari teks. Van Djik memanfaatkan dan mengambil analisis linguistik tentang kosakata, kalimat, proposisi dan paragraf untuk menjelaskan dan memaknai suatu teks. Kognisi sosial merupakan dimensi untuk menjelaskan bagaimana suatu teks diproduksi oleh individu/ kelompok pembuat teks. Sedangkan analisis sosial melihat bagaimana teks itu dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat atas suatu wacana. Ketiga dimensi ini dilakukan secara bersama-sama dalam analisis Van Djik. (Eriyanto,2012:225).
C.  Teks
Van Djik melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya kedalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro yaitu makna umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan. Kedua, superstruktur yaitu struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks. Ketiga, struktur mikro, adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase dan gambar. Menurut Van Djik, meskipun terdiri atas berbagai elemen, semua elemen tersebut merupakan satu kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lainnya. Struktur teks dapat digambarkan sebagai berikut:
Struktur Makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/ tema yang diangkat oleh suatu teks.
Superstruktur
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan.
Struktur Mikro
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai oleh suatu teks.
Pemakaian kata, kalimat, proposisi, retorika tertentu oleh media dipahami Van Djik sebagai bagian dari strategi wartawan. Berikut akan diuraikan satu per satu elemen wacana Van Djik.
Struktur Wacana
Hal yang diamati
Elemen
Struktur Makro
TEMATIK
Tema/ topik yang dikedepankan dalam suatu berita.
Topik
Superstruktur
SKEMATIK
Bagaimana bagian dan urutan berita diskemakan dalam teks berita utuh.
Skema
Struktur Mikro
SEMANTIK
Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita. Misal dengan memberi detil pada satu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi detil sisi lain.
Latar, detil, maksud, praanggapan, nominalisasi.
Struktur Mikro
SINTAKSIS
Bagaimana kalimat (bentuk, sususnan) yang dipilih.
Bentuk kalimat, koherensi, ata ganti.
Struktur Mikro
STILISTIK
Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita.
Leksikon
Struktur Mikro
RETORIS
Bagaimana dan dengan cara penekanan dilakukan.
Grafis, metafora, ekspresi.
1.     Tematik
Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Topik menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu berita. Gagasan penting Van Djik, wacana umumnya dibentuk dalam tata aturan umum (macrorule). Teks tidak hanya didefinisikan mencerminkan suatu pandangan tertentu atau topik tertentu, tetapi suatu pandangan umum yang koheren.
2.    Skematik
Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sesuai hingga membentuk kesatuan arti. Wacana percakapan sehari-hari misalnya, mempunyai skema salam perkenalan, isi pembicaraan dan salam perpisahan /penutup. Wacana pengetahuan seperti dalam jurnal atau tulisan ilmiah juga mempunyai skematik, ditunjukkan dengan skema seperti abstraksi, latar belakang masalah, tujuan, hipotesis, isi dan kesimpulan.
Menurut Van Djik arti penting dari skematik adalah strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu.
3.    Latar
Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi semantik(arti) yang ingin disampaikan. Latar umumnya ditampilkan di awal sebelum pendapat wartawan yang sebenarnya muncul dengan maksud mempengaruhi dan memberi kesan bahwa pendapat wartawan sangat beralasan. Latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam suatu teks.
4.    Detil
Elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang. Elemen detil merupakan strategi bagaimana wartawan mengekpresikan sikapnya dengan cara yang implisit. Sikap atau wacana yang dikembangkan oleh wartawan kadangkala tidak perlu disampaikan secara terbuka, tetapi dari detil bagaimana yang dikembangkan dan mana yang diberitakan dengan detil yang besar, akan menggambarkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh media.
5.    Maksud
Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Dalam konteks media, elemen maksud menunjukkan bagaimana secara implisit dan tersembunyi wartawan menggunakan praktik bahasa tertentu untuk menonjolkan basis kebenarannya dan secara implisit pula menyingkirkan versi kebenaran lain.
6.    Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar kata, atau kalimat dalam teks. Koherensi memberi kesan kepada khalayak bagaimana dua fakta diabstraksikan dan dihubungkan. Koherensi merupakan elemen yang menggambarkan bagaimana peristiwa dihubungkan atau dipandang saling terpisah oleh wartawan.
7.    Koherensi kondisional
Koherensi kondisional di antaranya ditandai dengan ppemakaian anak kalimat sebagai penjelas. Koherensi ini dalam banyak hal sering kali menggambarkan kepada kita bagaimana sikap wartawan atas peristiwa, kelompok atau seseorang yang ditulis. Bagaimana sikap tersebut dilekatkan dan tanpa disadari menggiring pembaca pada pemahaman atau pemaknaan tertentu.
8.    Koherensi pembeda
Koherensi pembeda berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan.
9.    Pengingkaran
Elemen wacana pengingkaran adalah bentuk praktik wacana yang menggambarkan bagaimana wartawan menyembunyikan apa yang ingin diekspresikan secara implisit. Pengingkaran adalah sebuah elemen dimana kita bisa membongkar sikap atau ekspresi wartawan yang disampaikan secara tersembunyi.
10.  Bentuk kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas.
11.   Kata ganti
Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana.
12.  Leksikon
Pada dasarnya elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia.
13.  Praanggapan
Elemen wacana praangappan (presupposition) merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Praanggapan adalah upaya mendukung pendapat dengan memberikan presim yang dipercaya kebenarannya. Praanggapan ini merupakan fakta yang belum terbukti kebenarannya, tetapi dijadikan dasar untuk mendukung gagasan tertentu.
14.  Grafis
Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Dalam wacana berita, grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. elemen grafis itu juga muncul dalam bentuk foto, gambar, atau tabel untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan.
15.  Metafora
Dalam suatu wacana, seseorang wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu berita.
D.  Kognisi Sosial
Dalam pandangan Van Djik, analisis wacana tidk dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Bagaimana peristiwa dipahami dan dimengerti didasarkan pada skema. Van Djik menyebut skema ini sebagai model. Skema dikonseptualisasikan sebagai struktur mental di mana tercakup di dalamnya bagaimana kita memandang manusia, peranan sosial, dan peristiwa. Menurut Van Djik, analisis wacana harus menyertakan bagaimana reproduksi kepercayaan yang menjadi landasan bagaimana wartawan menciptakan suatu teks berita tertentu. Ada beberapa skema atau model:
§  Skema person
Skema ini menggambarkan bagaimana seseorang menggambarkan dan memandang orang lain. bagaimana seseorang wartawan islam, misalnya, memandang dan memahami orang kristen yang kemungkinan besar akan berpengaruh terhadap berita yang akan dia tulis.
§  Skema diri
Skema ini berhubungan dengan bagaimana diri sendiri dipandang, dipahami, dan digambarkan oleh seseorang.
§  Skema peran
Skema ini berhubungan dengan bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan peranan dan posisi yang ditempati seseorang dalam masyarakat.
§  Skema peristiwa
Skema ini barangkali yang paling banyak dipakai, karena hampir tiap hari kita selalu melihat, mendengar peristiwa yang lalu lalang. Dan setiap peristiwa selalu kita tafsirkan dan maknai dalam skema tertentu. Umumnya, skema peristiwa inilai yang paling banyak dipakai oleh wartawan.
Salah satu elemen yang sangat penting dalam proses kognisi sosial selain model adalah memori. Lewat memori kita bisa berpikir tentang sesuatu dan mempunyai pengetahuan tentang sesuatu pula.
Kognisi sosial dan produksi berita
Dalam pandangan Van Djik, kognisi sosial terutama dihubungkan dengan proses produksi berita. Wacana berita di sini tidak hanya dpahami dalam pengertian sejumlah struktur tetapi juga bagian dari proses komunikasi yang kompleks. Menurut Van Djik titik kunci dalam memahami produksi berita adalah dengan meneliti proses terbentuknya teks. Teks diproduksi dalam suatu proses mental yang melibatkan strategi tertentu seperti seleksi, reproduksi, penyimpulan dan transformasi.
E.   Analisis Sosial
Dimensi ketiga dari analisis Van Djik adalah analisis sosial. Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. Menurut Van Djik, dalam analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting : kekuasaan dan akses.
1.     Praktik kekuasaan
Van Djik mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol kelompok(atau anggota) dari kelompok lain. kekuasaan ini umumnya didasarkan pada kepemilikan atas sumber-sumber yang bernilai, seperti uang, status, dan  pengetahuan.
2.    Akses mempengaruhi wacana
Analisis Van Djik, memberi perhatian yang besar pada akses, bagaimana akses di antara masing-masing kelompok dalam masyarakat.

JENIS – JENIS WACANA

Menurut Keraf (1995: 7-17) berdasarkan tujuannya, wacana dapat dibedakanmenjadi lima yaitu: (a) wacana deskripsi, (b) wacana narasi, (c) wacana persuasi, (d)wacana argumentasi, dan (e) wacana eksposisi. Terdapat pada Yulianik dalam http://journal.ui.ac.id/upload/artikel(/03Toleransi%20dalam%20jeniswacana_ Yulianik%20dkk. Pdf)
a.       Wacana deskripsi.
Wacana deskripsi adalah wacana yang berusaha menyajikan suatu objek atau suatu hal sedemikian rupa, sehingga objek itu seolah-olah berada di depan mata kepala pembaca, seakan-akan para pembaca melihat sendiri objek itu. Deskripsi memberi suatu citra mental mengenai sesuatu hal yang dialami, misalnya pemandangan, orang atau sensasi.
Ciri-ciri karangan deskripsi yaitu:
1. Berhubungandengan panca indra.
2. Penggunaan objek didapat dengan pengamatan bentuk, warna serta keadaan objek secara langsung.
3. Unsur perasaan lebih tajam daripada pikiran.
Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitusebagai berikut.
a. Deskripsi Imajinatif/Impresionis ialah deskripsi yang menggambarkanobjek benda sesuai kesan/imajinasi si penulis.
Contoh deskripsi Impresionistis dalam sebuah cerita:
Jam dinding kamar menunjukkan pukul sepuluh lewatsembilan belas menit. Di luar hujan masih saja turun denganderasnya.Angin yang menerobos masuk melalui kisi-kisi terasadingin menusuk kulit.Piama yang melekat di tubuhku tidakbanyak membantu menahan dingin sehingga agar lebih hangatkupakai lagi jaket tebal. Agak menolong, memang.Akan tetapi, kantuk hebat datang. Padahal besok aku harusbangun lebih pagi. Akhirnya, daripada melamun tidak menentu,kuputuskan akan melanjutkan membaca. Aku kembali ke mejabelajar, kunyalakan kembali lampu belajar dan mulai membacasambil duduk bersandar di kursi.Tiba-tiba kantuk hebat datang menyerang. Belum lagi selesaikalimat yang sedang kubaca, buku yang kupegang terlepas daritangan.
Aku tidak lagi berada di kamarku, tetapi di suatu ruanganbersama-sama dengan sekelompok orang yang sama sekali belumpernah kulihat sebelumnya. Bau asap tembakau memenuhiruangan itu, tapi tak seorang pun yang kelihatan peduli.Kami semua duduk di kursi yang diatur membentuk sebuahlingkaran, mirip dengan ruangan diskusi. Semua tampak duduktenang, semua kelihatan sedang menulis, dan tidak seorang punyang kelihatan peduli pada orang lain di ruangan itu.
Tidak ada yang ganjil terlihat.Malah terasa suasana persisseperti di ruang kuliah. Di sebelah kananku ada sebuah pintu,di dekatnya beberapa jendela kaca. Ada dua baris jendela kaca,masing-masing terdiri atas empat jendela, yang menyebabkanruangan ini cukup terang. Di atas ruangan, tergantung di langit-langit,ada empat pasang lampu neon 40 watt.Dinding sebelah kiri kosong, tidak ada apa-apa di sana. Warnahijau muda dinding itu sudah perlu dilebur kembali, di sana-sinikelihatan coret-coretan tangan-tangan jahil.
(Dikutip dari wacana berjudul Banjir, oleh. Ramadhan Syukur dalam
buku: Menulis secara Populer, karya Ismail Marahimin, 2001)
b.Deskripsi faktual/ekspositoris ialah deskripsi yang menggambarkanobjek berdasarkan urutan logika atau fakta-fakta yang dilihat.
Contoh deskripsi faktual dalam sebuah cerita:
Lantai tiga kamar nomor tiga-nol-lima.Benar, ini dia kamaryang kucari; tanda pengenalnya tertera di pintu, agak ke atas.Tepat di depan mataku, masih di pintu itu, ada sebuah kotakkecil warna merah jambu. Sebuah note book kecil dijepitkan padakotak itu, dengan sebuah perintah dalam bahasa Inggris, WriteYour Massage! Pada note book itu kubaca pesan untukku, ”Masuksaja, Rat, kunci dalam kotak ini. Tunggu aku!”
Di sebelah kiri pintu tergantung sebuah penanggalan dan sebuahcermin yang bertuliskan ”Anda manis, Nona.” Di bawahnyamerapat sebuah meja belajar yang diberi alas kertas berbungabungamerah jambu, dan dilapisi lagi dengan plastik bening.Di atas meja ada sebuah tape recorder kecil, sebuah mesin ketik,jam weker, alat-alat tulis, beberapa helai kertas berserakan danbuku-buku dalam keadaan terbuka. Pasti semalam dia habis
mengerjakanpaper, pikirku.
(Sumber: “Kamar Sebuah Asrama,” oleh Ni Made Tuti Marhaeni,
dalam buku Menulis Secara Populer, karya Ismail Marahimin,
2001)
Kita dapat membuat karangan deskripsi secara tidak langsung,yaitu dengan mengamati informasi dalam bentuk nonverbalberupa gambar, grafik, diagram, dan lain-lain.Apa saja yangtergambarkan dalam bentuk visual tersebut dapat menjadibahan atau fakta yang akurat untuk dipaparkan dalam karangandeskripsi karena unsur dasar karangan ini adalah pengamatanterhadap suatu objek yang dapat dilihat atau dirasakan.
Tahapan menulis karangan deskripsi, yaitu:
(1) menentukan objek pengamatan
(2) menentukan tujuan
(3) mengadakan pengamatan dan mengumpulkan bahan
(4) menyusun kerangka karangan
(5) mengembangkan kerangka menjadi karangan.
b.      Wacana Narasi
Wacana narasi adalah bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatuperistiwa atau kejadian, sehingga peristiwa itu tampak seolah-olah dialami sendiri oleh para pembaca. Narasi menyajikan peristiwa dalam sebuah rangkaian peristiwa kecil yang bertalian. Ia mengisahkan sebuah atau suatu kelompok aksi sedemikian rupa untuk menghasilkan sesuatu yang secara populer disebut ceritera.adapun ciri-ciri wacana narasi :
1. Menggunakan urutan waktu dan tempat yang berhubungan secara kausalitas.
2. Terdapat unsur tokoh yang digambarkan mempunyai perwatakan yang jelas.
3. Terdapat alur cerita, setting dan konflik.
Narasi diuraikan dalam bentuk penceritaan yang ditandai oleh adanya uraian secara kronologis (urutan waktu).Penggunaan kata hubung yang menyatakan waktu atau urutan, seperti lalu, selanjutnya, keesokan harinya, atau setahun kemudian kerap dipergunakan.
Tahapan menulis narasi, yaitu sebagai berikut.
(1) menentukan tema cerita
(2) menentukan tujuan
(3) mendaftarkan topik atau gagasan pokok
(4) menyusun gagasan pokok menjadi kerangka karangan secara kronologis atau urutan waktu.
(5) mengembangkan kerangka menjadi karangan. Kerangka karangan yang bersifat naratif dapat dikembangkan dengan pola urutan waktu.Penyajian berdasarkan urutan waktu adalah urutan yang didasarkan pada tahapan-tahapan peristiwa atau kejadian.Pola urutan waktu ini sering digunakan pada cerpen, novel, roman, kisah perjalanan, cerita sejarah, dan sebagainya.
Contoh wacana narasi
Kejadian yang menggelikan sekaligus menegangkan ini terjadi pada pertengahan bulan Juli 1993, ketika saya baru masuk bekerja di sebuah klinik yang terletak di daerah Lemabang, dekat dengan PT Pupuk Sriwijaya (Pusri). Rumah saya berada di daerah Bukit Besar sehingga membutuhkan waktu lebih kurang 45 menit untuk pergi dari rumah ataupun pulang daridinas. Saat itu, rumah saya belum dilewati oleh bus kota jurusan Bukit Besar, karena rute bus kota pada waktu itu hanya sampai di dekat wilayah Kembang Manis. Jadi, terpaksa saya turun di simpang empat lampu merah Jl. Kapten Arivai, cukup jauh dari rumah untuk berjalan pulang. Malam itu, jalanan sangat sepi dan gelap karena wilayah yang saya lewati adalah TPU (Tempat Pemakaman Umum) dan wilayahnya juga masih banyak hutan serta lampu jalan belum dipasang. Akibatnya, saya sangat takut berjalan pulang ke rumah sendirian.Apalagi kawasan yang saya lewati merupakan daerah rawan dan angker.Orang-orang yang lewat sering diganggu kuntilanak, pocong, serta suara wanita menangis.Tetapi, kekhawatiran saya agaknya terobati karena dari kejauhan saya melihat tiga orang lelaki yang tampaknya juga baru pulang dari kerja dan jalannya searah denganku. Tanpa pikir panjang langsung saja saya berlari mendekati dan memanggil mereka, ”Mas ..., Mas ... tunggu, Mas!” Tapi bukannya mendekat, mereka malah berlari dan berteriak ketakutan, ”Tolooong ... ada pocong ..., ada pocong ...!” Karena saya orang yang agak telmi (telat mikir), setelah mendengar itu saya sendiri malah tambah ketakutan.Sebab, saya juga sangat takut dengan yang namanya setan atau semacamnya.
Tetapi, makin saya mendekat, tiga lelaki itu tambah kencang sehingga tidak terkejar lagi oleh saya. Bahkan satu orang dari mereka nekat memanjat pagar rumah orang lain untuk menyelamatkan diri. Setelah melihat baju dinas berwarna putih yang saya kenakan, saya baru sadar ternyata yang mereka kira pocong adalah saya. Dalam hati saya berkata, ”Sialan, kirain ada pocong beneran. Ternyata yang disangka pocong itu aku. Jangankan mendapat kawan, mendekat saja orang takut kepada saya.” Setelah saya sampai di rumah dan menceritakan semuanya kepadaanggota keluarga, spontan mereka tertawa terbahak-bahak. Bahkan seorang keponakan saya memanggil saya dengan sebutan ’Tante Pocong’. Sejak kejadian itu, tiap kebagian jadwal dinas siang lagi, saat pulang malam saya tidak pernah memakai baju putih lagi.
c.         Wacana Persuasi.
Wacana persuasi adalah suatu bentuk wacana yang merupakan penyimpangandari argumentasi, dan khusus berusaha mempengaruhi orang lain atau para pembaca, agar para pendengar atau pembaca melakukan sesuatu bagi orang yang mengadakan persuasi, walaupun yang dipersuasi sebenarnya tidak terlalu percaya akan apa yangdikatakan itu. Karena itu persuasi lebih condong menggunakan atau memanfaatkan aspek-aspek psikologis untuk mempengaruhi orang lain.
d.      Wacana argumentasi.
Wacana Argumentasi adalah wacana yang berusaha membuktikan suatu kebenaran. Lebih jauh sebuah argumentasi berusaha mempengaruhi serta mengubah sikap dan pendapat orang lain untuk menerima suatu kebenaran dengan mengajukan bukti-bukti obyek yang diargumentasikan itu. Argumentasi dilihat dari sudut proses berpikir adalah suatu tindakan untuk membentuk penalaran dan menurunkan kesimpulan serta menerapkannya pada suatu kasus dalam perdebatan.
 Ciri-ciri wacana argumentasi yaitu :
1. Terdapat pernyataan, idea tau gagasan yang dikemukakan.
2. Pembenaran berdasarkan fakta dan data yang disampaikan.
Tahapan menulis karangan argumentasi, sebagai berikut.
(1) menentukan tema atau topik permasalahan,
(2) merumuskan tujuan penulisan,
(3) mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau
pernyataan yang mendukung,
(4) menyusun kerangka karangan, dan
(5) mengembangkan kerangka menjadi karangan.
Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebabakibat,akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.
1). Sebab-akibat
Pola urutan ini bermula dari topik/gagasan yang menjadi sebabberlanjut topik/gagasan yang menjadi akibat.
Contoh:
a. Sebab-sebab kemacetan di DKI Jakarta
a) Jumlah penggunaan kendaraan
b) Ruas jalan yang makin sempit
c) Pembangunan jalur busway
b. Akibat-akibat kemacetan
a) Terlambat sampai di kantor
b) Waktu habis di jalan
2). Akibat-sebab
Pola urutan ini dimulai dari pernyataan yang merupakan akibat
dan dilanjutkan dengan hal-hal yang menjadi sebabnya.
Contoh : Menjaga kelestarian hutan
1. Keadaan hutan kita
2. Fungsi hutan
3. Akibat-akibat kerusakan hutan
3). Urutan Pemecahan Masalah
Pola urutan ini bermula dari aspek-aspek yang menggambarkan
masalah kemudian mengarah pada pemecahan masalah.
Contoh : Bahaya narkoba dan upaya mengatasinya
1. Pengertian narkoba
2. Bahaya kecanduan narkoba
a. pengaruh terhadap kesehatan
b. pengaruh terhadap moral
c. ancaman hukumannya
3. Upaya mengatasi kecanduan narkoba
4. Kesimpulan dan saran
Contoh wacana argumentasi:
Lagi-lagi kecelakaan kereta api terjadi. Kereta api Citra Jaya tergulingdi Cibatu, Jawa Barat, Sabtu lalu. Pada hari yang sama, sepur eksekutifArgo Lawu juga anjlok di Banyumas, Jawa Tengah. Ini makin menunjukkanperkeretaapian kita dalam kondisi gawat.Pemerintah mesti segera membenahinya sebelum korban jatuh lebih banyak akibat kecelakaan.
Musibah kereta api Argo Lawu tak memakan korban. Tapi kecelakaankereta Citra Jaya menyebabkan puluhan orang terluka.Daftar kecelakaanpun bertambah panjang. Dalam kurun waktu empat bulan terakhir sudahterjadi 10 kali kecelakaan kereta api. Angka ini naik hampir tiga kali lipatdibanding periode yang sama tahun lalu.Tidaklah salah pernyataan Menteri Perhubungan Hatta Rajasa kemarinbahwa anjloknya dua sepur itu seharusnya bisa dideteksi. Tanda-tandaamblesnya tanah di bawah bantalan rel kereta tentu bisa diamati jauh hari.
Dengan kata lain, semestinya manajemen PT Kereta Api lebih seriusmengawasi jalur kereta api.Persoalannya, Pak Menteri Cuma melihat sisi ketidakberesan PT KeretaApi.Yang terjadi sebenarnya pemerintah juga salah urus perusahaan inisehingga terus merugi. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung, Rp 1,4 triliunper tahun. Inilah yang menyebabkan perusahaan milik negara tersebut taksanggup memberikan layanan yang baik.Kerugian besar muncul karena PT Kereta Api diwajibkan memeliharajaringan rel di Indonesia. Total duit yang dikeluarkan untuk perawatanreguler per tahun mencapai Rp 2,1 triliun.
Sementara itu, anggaran daripemerintah hanya Rp 750 miliar.Di luar perawatan rutin, PT Kereta Api jelas tak mampu lagimenanggungnya.Padahal sebagian besar bantalan rel itu perlu diganti.Dari total panjang lintasan rel kereta api 4.676 kilometer, separuh lebih berusia di atas 50 tahun. Jangan heran jika banyak bantalan rel yang sudahlapuk. Kondisi ini sangat mudah membuat kereta api anjlok. Faktanya,sebagian besar kecelakaan kereta api yang terjadi pada 2001-2006 akibatkurang beresnya rel.Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tahun lalu menghitungdibutuhkan Rp 6 triliun untuk menyehatkan kereta api dan jaringan rel.Dalam keadaan anggaran negara yang sedang tekor, angka itu memangtampak besar. Tapi, kalau pemerintah bisa menalangi Lapindo Brantas Inc.Sekitar Rp 7,5 triliun buat membangun infrastruktur di Porong Sidoarjo,kenapa untuk urusan yang ini tidak?
Pemerintah tak perlu ragu mengucurkan dana untuk pembenahanperkeretaapian. Jika dikelola dengan benar, kereta api sebetulnya berpotensimenunjang perekonomian. Dengan pengelolaan di bawah standar pun,setiap tahun kereta api mampu mengangkut 150 juta penumpang dan 5 jutaton barang. Kalau ditangani lebih baik, jumlah penumpangnya tentu akan jauh meningkat. Pendapatan PT Kereta Api pun akan bertambah.Membiarkan kereta api berlari di atas bantalan rel yang lapuk atau takterurus sungguh berbahaya. Jika pemerintah peduli keselamatan warganya,kondisi perkeretaapian yang amburadul harus segera dibenahi.
(Dikutip dari Koran Tempo, 24 April 2007)
e.    Wacana Eksposisi.
Wacana eksposisi adalah wacana yang berusaha menguraikan  suatu objek sehingga memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca. Wacana ini digunakan untuk menjelaskan wujud dan hakekat suatu obyek. Penjenisan wacana dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan ada empat, yaitu berdasarkan :  media penyampaian, jumlah penutur, sifat, dan tujuannya. Dalam penelitian ini penulis membatasi penggunaan teori wacana hanya berdasarkan tujuannya yaitu wacana deskriptif.
Ciri-ciri wacana  eksposisi yaitu:
1. Memberikan informasi kepada pembaca.
2. Adanya fakta dan informasi.
3. Berfungsi untuk memperjelas apa yang akan disampaikan.
Karangan eksposisibiasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalahuntuk seminar, simposium, atau penataran.Untuk mendukung akurasi pemaparannya, sering pengarangeksposisi menyertakan bentuk-bentuk nonverbal seperti grafik, diagram,tabel, atau bagan dalam karangannya. Pemaparan dalam eksposisi dapat berbentuk uraian proses, tahapan, cara kerja, dan sebagainya dengan polapengembangan ilustrasi, definisi, dan klasifikasi.
Berikut contoh-contoh pengembangan karangan eksposisi:
a. Contoh eksposisi dengan pengembangan ilustrasi
Kepemimpinan seorang Bapak dalam rumah tangga baknakhoda mengemudikan kapal.Bapak menjadi kepala keluargayang bertanggung jawab terhadap istri dan keluarganya.Samaseperti nakhoda yang mampu memimpin dan melaksanakan tugasdan tanggung jawabnya. Bila kepemimpinan kepala keluargabaik, akan baiklah keluarga tersebut, sama halnya dengan kapalyang dikemudikan nakhoda.
b. Contoh eksposisi dengan pengembangan definisi.
Telepon genggam yang lebih dikenal dengan sebutan ponsel(telepon seluler) atau HP (hand phone) merupakan alat komunikasiyang berbentuk kecil serta ringan.Selain mudah digenggam sertadibawa ke mana-mana, bentuknya yang mungil memudahkanorang untuk berkomunikasi di mana saja berada.Telepon genggamadalah produk canggih era komunikasi nirkabel, telepon tanpakabel. Dengan variasi bentuk, merek, dan model yang selalu baru,
jenis telepon ini banyak diminati berbagai kalangan masyarakat.
c. Contoh eksposisi dengan pengembangan klasifikasi.
Ada dua jenis tanaman mini.Pertama, tanaman miniyang bukan asli mini. Bila ditanam di tanah, ia akan tumbuhbesar dan normal seperti biasa. Bila ditempatkan di pot kecil,pertumbuhannya jadi lambat.Tanaman jenis ini misalnya,tanaman palem udang, pohon rhapis, pohon asem, beringin,dan jambu kerikil.Jenis kedua tanaman mini asli yang aslinyamemang kecil.Tanaman ini kalau ditanam di tanah tidak dapatbesar seperti ukuran biasa (normal). Jika ditanam di pot kecil, iaakan makin kecil, mungil, dan cantik. Tanaman ini antara lainagave, chriptanthus panseviera, dan anthurium chrystallium.
Karangan eksposisi juga dapat ditulis berdasarkan fakta suatuperistiwa, misalnya, kejadian bencana alam, kecelakaan, atau sejenis liputanberita. Meskipun bentuk karangannya cenderung narasi, namun kita dapatmembuatnya menjadi bentuk paparan dengan memusatkan uraian pada tahapan, atau cara kerja, misalnya cara menanggulangi penyebaran virusflu furung, mengantisipasi wabah DBD dengan 3 M, atau evakuasi korban
banjir.
Contoh karangan eksposisi dari suatu peristiwa.
Dua pekerja yang tertimbun tanah longsor akhirnya ditemukan olehpetugas kepolisian setelah sejak kemarin mereka menggali gundukan pasirsetinggi sepuluh meter.Dari sejak subuh kemarin hingga pukul 03.00 WIBpenggalian terus dilakukan dengan menggunakan backhoe. Penggalianyang memakan waktu hampir 20 jam itu berakhir saat dua korbanberhasil ditemukan. Mundari ditemukan dalam keadaan tubuh melingkar.Sementara Itok ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu sebagai berikut:
(1) menentukan objek pengamatan,
(2) menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi,
(3) mengumpulkan data atau bahan,
(4) menyusun kerangka karangan, dan
(5) mengembangkan kerangka menjadi karangan.
Menurut Mulyana (2005: 51-55) jenis-jenis wacana dapat diklasifikasikanmenjadi tiga bagian yaitu:
a.    Berdasarkan Media Penyampaian
Berdasarkan media penyampaiannya wacana dapat dipilah menjadi dua yaitu :
1)  Wacana Tulis
Wacana tulis  (written discourse)  adalah jenis wacana yang disampaikanmelalui tulisan. Sampai saat ini, tulisan masih merupakan media yang sangat efektifdan efisien untuk menyampaikan berbagai gagasan, wawasan, ilmu pengetahuan, atauapapun yang dapat mewakili kreativitas manusia.
2)  Wacana Lisan
Wacana lisan (spoken discourse) adalah jenis wacana yang disampaikan secaralisan atau langsung dengan bahasa verbal. Jenis wacana ini sering disebut sebagai tuturan  (speech) atau  (utterance). Adanya kenyataan bahwa pada dasarnya bahasa pertama kali lahir melalui mulut atau lisan.
b.      Berdasarkan jumlah penutur
Berdasarkan jumlah penuturnya, wacana dapat dikelompokan menjadi dua yaitu :
1)  Wacana Monolog
Wacana monolog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh satu orang. Bentukwacana monolog antara lain adalah pidato, pembacaan puisi, pembacaan berita, dan sebagainya.
2) Wacana Dialog
Wacana dialog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh dua orang atau lebih.Jenis wacana ini bisa berbentuk tulis maupun lisan. Bentuk wacana dialog antara lain dialog ketoprak, lawakan, dan sebagainya.
c.       Berdasarkan Sifat
Berdasarkan sifatnya, wacana dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
1.      Wacana Fiksi.
Wacana fiksi adalah yang bentuk dan isinya berorientasi pada imajinasi.Bahasanya menganut aliran konotatif, analogis, dan multi  interpretabble. Umumnya penampilan dan rasa bahasanya dikemas secara literal atau estesis (indah), disamping itu tidak menutup kemungkinan bahwa karya-karya fiksi mengandung fakta, dan bahkan hampir sama dengan kenyataan. Namun sebagaimana proses kelahiran dan sifatnya, karya semacam ini tetap termasuk dalam kategori fiktif. Bahasa yang digunakan wacana fiksi umumnya menganut azas licentia puitica (kebebasan berpuisi) dan licentia gramatica (kebebasan bergramatika). Wacana fiksi dapat dipilih menjaditiga jenis yaitu: wacana prosa, wacana puisi, dan wacana drama.
a.       Wacana Prosa
Wacana prosa adalah wacana yang disampaikan atau ditulis dalam bentukprosa. Wacana ini dapat berbentuk tulis atau lisan  (HG Taarigan, 1987:57). Novel,cerita pendek, artikel, makalah, buku, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, danbeberapa bentuk kertas kerja dapat digolongkan sebagai wacana prosa.
b.      Wacana Puisi.
Wacana puisi adalah jenis wacana yang dituturkan atau disampaikan dalambentuk puisi. Wacana puisi juga dapat berbentuk tulisan atau lisan. Contoh wacanatulis misalnya puisi dan syair, sedangkan puisi yang dideklamasiakan dan lagu-lagu merupakan contoh jenis wacana puisi lisan. Nafas bahasa yang digunakan dan isinyaberorientasi pada kualitas estetika (keindahan). Lagu, tembang geguritan (Jawa), dan sejenisnya merupakan contoh-contoh wacana puisi.
c.       Wacana Drama.
Wacana drama adalah jenis wacana yang disampaikan dalam bentuk drama.Pola yang digunakan umumnya bentuk percakapan atau dialog oleh karena itu, dalam wacana ini harus ada pembicaraan dan pasangan bicara.
2.      Wacana Non Fiksi.
Wacana nonfiksi disebut juga wacana ilmiah. Jenis wacana ini disampaikandengan pola dan cara-cara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.Bahasa yang digunakan bersifat denotative, lugas, dan jelas. Aspek estetika bukan lagimenjadi tujuan utama. Secara umum penyampaiannya tidak mengabaikan kaidah-kaidah gramatika bahasa yang bersangkutan. Beberapa contoh wacana nonfiksi antaralain laporan penelitian, buku materi perkuliahan, petunjuk mengoperasikan pesawat terbang dan sebagainya.
Fitri Mulya dalam http://journal.ui.ac.id/upload/artikel(/03Toleransi%20dalam%20jeniswacana_ Hilman%20dkk. Pdf)