Selasa, 10 Juli 2018

Aspek-Aspek Pragmatik: Tindak Tutur, Praanggapan, Dieksis, Inferensi Dan Implikatur


Dibawah ini dikutip beberapa definisi pragmatik yang dikemukan oleh para ahli. Menurut Levinson (1983:9), ilmu pragmatik didefinisikan sebagai berikut: (1) Pragmatik ialah kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Di sini, pengertian atau pemahaman bahasa menghunjuk kepada fakta bahwa untuk mengerti sesuatu ungkapan atau ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks pemakaiannya. (2) Pragmatik ialah kajian tentang kemampuan pemakai bahsa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu´. (Nababan, 1987:2).
Pragmatik juga diartikan sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran (Kridalaksana, 1993: 177). Menurut Ver haar (1996:14), pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal ekstralingual yang dibicarakan. Purwo (1990:16) mendefinisikan pragmatik sebagai telaah mengenai makna tuturan (utterance) menggunakan makna yang terikat konteks. Sedangkan memperlakukan bahasa secara pragmatik ialah memperlakukan bahasa dengan mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi (Purwo, 1990:31). 
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan tentang batasan pragmatik. Pragmatik adalah suatu telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi peserta tutur dalam menafsirkan kalimat atau menelaah makna dalam kaitannya dengan situasi ujaran.
            Pragmatik memiliki kajian atau bidang telaah tertentu yaitu dieksis, praanggapan (presupposition), tindak tutur (speech acts), dan implikatur percakapan (conversational implicature) (Kaswanti Purwo, 1990:17). Namun, pada makalah ini akan membahas tindak tutur, praanggapan, dieksis, inferensi dan implikatur.

Tindak Tutur
Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik. Tindak tutur (istilah Kridalaksana ‘pertuturan’ / speech act, speech event): pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui pendengar (Kridalaksana, 1984:154). Tindak tutur (speech atcs) adalah ujaran yang dibuat sebagai bagian dari interaksi sosial (Hudson dikutif Alwasilah, 1993:19). Menurut Hamey (dikutif Sumarsono, dan Paina Partama, 2002:329-330)tindak tutur merupakan bagian dari peristiwa tutur, dan peristiwa tutur merupakan bagian dari situasi tutur.  Setiap peristiwa tutur terbatas pada kegiatan, atau aspek-aspek kegiatan yang secara langsung diatur oleh kaidah atau norma bagi penutur. Ujaran atau tindak tutur dapat terdiri dari satu tindak turur atau lebih dalam suatu peristiwa tutur dan situasi tutur.
Dengan demikian, ujaran atau tindak tutur sangat tergantung dengan konteks ketika penutur bertutur. Tuturan-tuturan baru dapat dimengerti hanya dalam kaitannya dengan kegiatan yang menjadi konteks dan tempat tuturan itu tejadi. Sesuai dengan pendapat Alwasilah (1993:20) bahwa ujaran bersifat context dependent (tergantung konteks)
Tindak tutur merupakan gejala individu, bersifat psikologis, dan ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur di titikberatkan kepada makna atau arti tindak, sedangkan peristiwa tutur lebih dititikberatkan pada tujuan peristiwanya (Suwito, 1983:33).  Dalam tindak tutur ini terjadi peristiwa tutur yang dilakukan penutur kepada mitra tutur dalam rangka menyampaikan komunikasi. Agustin (dikutuf Subyakto, 1992:33) menekankan tindak tutur dari segi pembicara. Kalimat yang bentuk formalnya berupa pertanyaan  memberikan informasi dan dapat pula berfungsi melakukan suatu tindak tutur yang dilakukan oleh penutur. Dengan demikian, penutur yang diucapkan suatu tindakan, seperti “Pergi!”, “Silahkan Anda tinggalkan rumah ini, karena Anda belum membayar kontraknya!”, “Saya mohon Anda meninggaln rumah ini” tindak tutur ini merupakan suatu perintah dari penutur kepada mitra tutur  untuk melakukan tindakan.
Tindak tutur adalah kegiatan seseorang menggunakan bahasa kepada mitra tutur dalam rangka mengkomunikasikan sesuatu. Apa makna yang dikomukasikan tidak hanya dapat dipahami berdasarkan penggunaan bahasa dalam bertutur tersebut tetapi juga ditentukan oleh aspek-aspejk komunikasi secara komprehensif, termasuk aspek-aspek situasional komunikasi.
Dalam menuturkan kalimat, seorang tidak semata-mata mengatakan sesuatu dengan mengucapkan kalimat itu. Ketika ia menuturkan kalimat, berarti ia menindakkan sesuatu. Dengan mengucapkan, “Mau makan apa?” sipenutur tidak semata-mata menanyakan atau jawaban tertentu, ia juga menindakkan sesuatu, yakni menawarkan makan siang. Seorang ibu berkata kepada anak perempuannya yang dikunjungi oleh pacarnya “Sudah pukul sembilan”. Ibu tadi tidak semata-mata memberitahukan tentang keadaan yang berkaitan dengan waktu, tetapi juga menindakkan sesuatu yakni memerintahkan mitra tutur  atua orang laian (misalnya anaknya ) agar pacarnya pulang.
Jenis-Jenis Tindak Tutur
            Tindak tutur atau tindak ujaran (speech act) mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pragmatik karena TT adalah satuan analisisnya. Uraian berikut memaparkan klasifikasi dari berbagai jenis TT. Menurut pendapat Austin (dikutif Chaer dan Leonie Agustina, 1995:68-69) merumuskan  adanya tiga jenis tindak tutur, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.
1.         Tindak tutur lokusi atau apa yang dikatakan (locutionary act) adalah tindak tutur yang untuk menyatakan sesuatu. Misal; kakinya dua, pohon punya daun. Tindak tutur yang dilakukan oleh penutur  berkaitan dengan perbuatan dalam hubungannya tentang sesuatu dengan mengatakan sesuatu (an act of saying something), seperti memutuskan, mendoakan, merestui dan menuntut.
2.         Tindak tutur ilokusi (illocutionary act) yaitu, tindak tutur yang didepinisikan tidak tutur ilokusi sebagi sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau mengimformasikan sesuatu dapat juga digunakan untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, tindak tutur yang dilakukan oleh penutur berkaitan dengan perbuatan hubungan dengan menyatakan sesuatu. Tindak tutur ilokusi berkaitana dengan nilai yang ada dalam proposisinya. Contoh, “Saya tidak dapat datang”. Kalimat ini oleh seseorang kepada temannya yang baru melaksanakan resepsi pernikahan anaknya, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu yakni meminta maaf karena tidak datang.
3.         Tindak tutur perlokusi: Austin, Searle, perbuatan yang dilakukan dengan mengujarkan sesuatu, membuat orang lain percaya akan sesuatu dengan mendesak orang lain untuk berbuat sesuatu, dll. atau mempengaruhi orang lain (perlocutionary speech act)
Misalnya:
Tempat itu jauh.
mengandung pesan. metapesan ‘Jangan pergi ke sana!’ metapesan (Dalam pikiran mitratutur ada keputusan) “Saya tidak akan pergi ke sana.”
            Pembagian tindak tutur berdasarkan maksud penutur ketika berbicara (ilokusi) Searle membagi dalam lima jenis. Pembagian ini menurut Searle (1980:16) didasarkan atas asumsi “Berbicara menggunakan suatu bahasa adalah mewujudkan prilaku dalam aturan yang tertentu”. Kelima tindak tutur tersebut adalah sebagai berikut.
1.         Tindak tutur repesentatif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk menetapan atau menjelakan sesuatu apa adanya. Tindak tutur ini, seperti menyatakan, melaporkan, memberitahukan, menjelaskan, mempertahankan, menolak dan lain-lain. Tindak menyatakan, mempertahankan maksudnya adalah penutur mengucapkan sesuatu, maka mitra tutur percaya terhadat ujaran penutur. Tindak melaporkan memberitahukan, maksudnya ketika penutur mengujarkan sesuatu, maka penutur percaya bahwa telah terjadi sesuatu. Tindak menolak, menyangkal, maksudnya penutur mengucapkan sesuatu maka mitra tutur percaya bahwa terdapat alasan untuk tidak percaya. Tindak menyetujui, menggakui, maksudnya ketika penutur mengujarkan sesuatu, maka mitra tutur percaya bahwa apa yang diujarkan oleh penutur berbeda dengan apa yang ia inginkan dan berbeda dengan pendapat semula.
Contoh
Guru : Pokok bahasan kita hari ini mengenai analisis wacana.
Tuturan guru di atas, merupakan salah satu contoh tindak tutur representatif yang termasuk mdalam tindak memberitahukan.
1.         Tindak tutur komisif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pembicaraan melakukan sesuatu, seperti berjanji, bernazar, bersumpah, dan ancaman. Komisit terdiri dari 2 tipe, yaitu promises (menyajikan) dan offers (menawarkan) (Ibrahim, 1993:34). Tindak menjanjikan, mengutuk dan bersumpah maksudnya adalah penutur  menjajikan mitra tutur untuk melakukan A, berdasarkan kondisi mitra tutur menunjukkan dia ingin penutur melakukan A.
Contoh saya berjanji akan datang besok
Tuturan di atas, merupakan salah satu contoh tindak komisif yang termasuk dalam menjanjikan
1.         Tinddak tutur direkfif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pendengar melakukan sesuatu, misalnya menyuruh, perintah, meminta. Menutur Ibrahim (1993:27) direktif mengespresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur, mislnya meminta, memohon, mengajak, bertanya, memerintah, dan menyarankan. Tindak meminta maksunya ketika mengucapkan sesuatu, penutur meminta mitra tutur untuk melakukan A, maksudnya mitra tutur melakukan A, karena keinginan penutur. Tindak memerintah, maksudnya ketika penutur mengekspresikan keinginannya pada mitra tutur untuk melakukan A, mitra tutur harus melakukan A, mitra tutur melakukan A karena keinginan penutur. Tindak bertanya, ketika mengucapkan sesuatu penutur bertanya, mengekspresikan keingin kepada mitratutur, mitra tutur menjawab apa yang ditanya oleh penutur.
Contoh
Guru         : Siapa yang piket hari ini?
Siswa        : Ani (siswa yang bersangkutan maju)
Tuturan di atas, merupakan suatu pernyatan yang tujuannya meminta informasi mitra tutur.
Guru         : Coba, ulangi jawabannya.
Tuturan ini juga termasuk tindak tutur direktif yang maksudnya menyuruh meminta si A mengulangi kembali jawabannya.
1.         Tindak tutur ekspresif, tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berupa tindak meminta maaf, berterimakasih,menyampaikan ucapan selamat, memuji, mengkritik. Penutur mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur baik yang berupa rutinitas maupun yang murni. Perasaan dan pengekspresian penutur untuk jenis situasi tertentu yang dapat berupa tindak penyampaian salam (greeting) yang mengekspresikan rasa senang, karena bertemu dan melihat seseorang, tindak berterimakasih (thanking) yang mengekspresikan rasa syukur, karena telah menerima sesuatu. Tindak meminta maaf (apologizing) mengekspresikan simpati, karena penutur telah melukai atau mengganggu mitra tutur.
Contoh : Ya, bagus sekali nilai rapormu.
Tuturan di atas, merupakan salah satu contoh tindak ekspresif yang termasuk pujian.
1.         Tindak tutur deklaratif, yaitu tindak tutur  yang berfungsi untk memantapkan sesuatu yang dinyatakan, atara lain dengan setuju, tidak setuju, benar-benar salah, dan sebagainya.
 Tindak tutur langsung-tidak langsung dan literal-tidak literal
Berdasarkan isi kalimat atau tuturannya, kalimat dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif).
Adiknya sakit. Di mana handuk saya? Pergi!. Berdasarkan mudusnya, kalimat atau tuturan dapat dibedakan menjadi tuturan langsung dan tuturan tidak langsung. Misalnya:
Tuturan langsung
A: Minta uang untuk membeli gula!
B: Ini.
Tuturan tidak langsung
A: Gulanya habis, yah.
B: Ini uangnya. Beli sana!
Kadang-kadang secara pragmatis kalimat berita dan tanya digunakan untuk memerintah, sehingga merupakan TT tidak langsung (indirect speech). Hal ini merupakan sesuatu yang penting dalam kajian pragmatik. Misalnya:
1. Rumahnya jauh. (ada maksud: jangan pergi ke sana).
2. Adiknya sakit. (ada maksud: jangan ribut atau tengoklah!)
            Berdasarkan keliteralannya, tuturan dapat dibedakan menjadi tuturan literal dan tuturan tidal literal.
1. Tuturan literal: tuturan yang sesuai dengan maksud atau modusnya. Misalnya, Buka mulutnya! (makna lugas: buka).
2. Tuturan tidak literal: tuturan yang tidak sesuai dengan maksud dalam tulisan/tuturan. Misalnya, Buka mulutnya! (makna tidak lugas: tutup). Hal ini disebut juga ‘nglulu’
Dalan bahasa kadang-kadang terjadi, yang bagus dikatakan jelek (hal ini disebut banter ([bEnte]), yang jelek dikatakan bagus (disebut ‘ironi’).
            Masing-masing tindak tutur (langsung, tidak langsung, literal, dan tidak literal) apabila disinggungkan (diinterseksikan) dapat dibedakan menjadi 8 macam seperti sebagai berikut.
1. TT langsung
2. TT tidak langsung
3. TT literal
4. TT tidak literal
5. TT langsung literal
6. TT tidak langsung literal
7. TT langsung tidak literal
8. TT tidak langsung tidak literal
Misalnya, kalimat Radione kurang banter.
1. TT langsung Radione kurang banter. betul-betul kurang keras.
2. TT tidak langsung keraskan radionya!
3. TT literal betul-betul kurang keras.
4. TT tidak literal suara radionya keras sekali.
5. TT langsung literal betul-betul kurang keras
6. TT tidak langsung literal keraskan radionya!
7. TT langsung tidak literal suara radionya keras sekali.
8. TT tidak langsung tidak literal matikan!
2.2    Pengertian Praanggapan (Presuppotion)
Praanggapan (presuposisi)
Praanggapan berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang kawan bicara atau hal yang dibicarakan.
Selain definisi tersebut, beberapa definisi lain tentang praanggapan di antaranya adalah: Levinson (dikutif Nababan, 1987:48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna. George Yule (2006:43) menyatakan bahwa praanggapan atau presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur bukan kalimat. Louise Cummings (1999: 42) menyatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Nababan (1987:46), memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.
Dari beberapa definisi praanggapan di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur. Untuk memperjelas hal ini, perhatikan contoh berikut :
(1)   a : “Aku sudah membeli bukunya Pak Udin kemarin”
b : “Dapat potongan 30 persen kan?
            Contoh percakapan di atas menunjukkan bahwa sebelum bertutur (1A) memiliki praanggapan bahwa B mengetahui maksudnya yaitu terdapat sebuah buku yang ditulis oleh Pak Pranowo.
            Kesalahan membuat praanggapan efek dalam ujaran manusia. Dengan kata lain, praanggapan yang tepat dapat mempertinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan. Makin tepat praanggapan yang dihpotesiskan, makin tinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan. Menurut Chaika (1982:76), dalam beberapa hal, maka wacana dapat dicari melalui praanggapan. Ia mengacu pada makna yang tidak dinyatakan secara eksplisit.
Contoh:
(2a) “Ayah saya datang dari Surabaya”.
(3a) “Minuman nya sudah selesai”.
Dari contoh (2a) praanggapan adalah: (1) saya mempunyai ayah; (2) Ayah ada disurabaya. Pada contoh (3a) praanggapannya adalah silahkan diminum. Oleh karena itu, fungsi praanggapan ialah membantu mengurangi hambatan respons orang terhadap penafsiran suatu ujaran.  
2.2.1        Ciri Praanggapan
            Ciri praanggapan yang mendasar adalah sifat keajegan di bawah penyangkalan (Yule,   2006:45). Hal ini memiliki maksud bahwa praanggapan (presuposisi) suatu pernyataan akan tetap ajeg (tetap benar) walaupun kalimat itu dijadikan kalimat negatif atau dinegasikan. Sebagai contoh perhatikan beberapa kalimat berikut :
(4) a:  “Gitar Budi itu baru”.
      b:  “Gitar Budi tidak baru”.
Kalimat (b) merupakan bentuk negatif dari kaliamt (4a). Praanggapan dalam kalimat (4a) adalah Budi mempunyai gitar. Dalam kalimat (b), ternyata praanggapan itu tidak berubah meski kalimat (b) mengandung penyangkalan tehadap kalimat (4a), yaitu memiliki praanggapan yang sama bahwa Budi mempunyai gitar.
Wijana (dikutif, 2009:64) menyatakan bahwa sebuah kalimat dinyatakan mempresuposisikan kalimat yang lain jika ketidakbenaran kalimat yang kedua (kalimat yang diprosuposisikan) mengakibatkan kalimat pertama (kalimat yang memprosuposisikan) tidak dapat dikatakan benar atau salah. Untuk memperjelas pernyataan tersebut perhatikan contoh berikut.
(5) a. “Istri pejabat itu cantik sekali”.
      b. “Pejabat itu mempunyai istri”.
Kalimat (b) merupakan praanggapan (presuposisi) dari kalimat (5a). Kalimat tersebut dapat dinyatakan benar atau salahnya bila pejabat tersebut mempunyai istri. Namun, bila berkebalikan dengan kenyataan yang ada (pejabat tersebut tidak mempunyai istri), kalimat tersebut tidak dapat ditentukan kebenarannya.
2.2.2  Jenis-jenis Praanggapan
Praanggapan (presuposisi) sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur (Yule, 2006:46). Selanjutnya Gorge Yule mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan,  yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural, dan presuposisi konterfaktual.
1.         Presuposisi Esistensial
Presuposisi (praanggapan) eksistensial adalah preaanggapan yang menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit.
(6) a. Orang itu berjalan
      b. Ada orang berjalan
 2.   Presuposisi Faktif
Presuposisi (praanggapan) faktif adalah praanggapan di mana informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan.
(7) a. Dia tidak menyadari bahwa ia sakit
      b. Dia sakit
(8) a. Kami menyesal mengatakan kepadanya
      b. Kami mengatakan kepadanya
3.    Presuposisi Leksikal
Presuposisi (praanggapan) leksikal dipahami sebagai bentuk praanggapan di mana makna yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan) dipahami.
(9) a. Dia berhenti merokok
      b. Dulu dia biasa merokok
(10)a. Mereka mulai mengeluh
       b. Sebelumnya mereka tidak mengeluh
4.    Presuposisi Non-faktif
Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan yang diasumsikan tidak benar.
(11) a. Saya membayangkan bahwa saya kaya
        b. Saya tidak kaya
(12) a. Saya membayangkan berada di Hawai
        b. Saya tidak berada di Hawai
5.    Presuposisi Struktural
Presuposisi (praanggapan) struktural mengacu pada sturktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat tanya, secara konvensional diinterpretasikan dengan kata tanya (kapan dan di mana) seudah diketahui sebagai masalah.
(12) a. Di mana Anda membeli sepeda itu?
        b. Anda membeli sepeda
(13) a. Kapan dia pergi?
        b. Dia pergi
6.    Presuposisi konterfaktual
Presuposisi (praanggapan) konterfaktual berarti bahwa yang di praanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan.
(14) a. Seandainya
IMPLIKATUR
Konsep implikatur  kali pertama dikenalkan oleh H.P. Grice (1975) untuk memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa. Implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah (Brown dan Yule 1983:1). Makna tersirat (implied meaning) atau implikatur adalah makna atau pesan yang tersirat dalam ungkapan lisan dan atau wacana tulis. Kata lain implikatur adalah ungkapan secara tidak langsung yakni makna ungkapan tidak tercermin dalam kosa kata secara literal. Dalam pemakaian bahasa terdapat implikatur yang disebut implikatur konvensional, yaitu implikatur yang ditentukan oleh ‘arti konvensional kata-kata yang dipakai’.
Contoh:
a. Dia orang Palembang karena itu dia pemberani.
Pada contoh (a) tersebut, penutur tidak secara langsung menyatakan bahwa suatu ciri (pemberani) disebabkan oleh ciri lain (jadi orang Palembang), tetapi bentuk ungkapan yang dipakai secara konvensional berimplikasi bahwa hubungan seperti itu ada. Kalau individu itu dimaksud orang Palembang dan tidak pemberani, implikaturnya yang keliru tetapi ujaran tidak salah.
Ada empat macam faedah konsep implikatur, yaitu
a.       Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik.
b.      Dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa.
c.       Dapat memberikan pemberian semantik yang sederhana tentang hubungan  klausa yang dihubungkan denagn kata penghubung yang sama.
d.      Dapat memberikan berbagi fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanana (seperti metafora).
Jenis-jenis Implikatur
1. Implikatur Percakapan
Asumsi dasar percakapan adalah jika tidak ditunjukan sebaliknya bahwa peserta tuturnya mengikuti maksim-maksim prinsip kerja sama. Maksim adalah pernyataan ringkas yang mengandung ujaran atau kebenaran umum tentang sifat-sifat manusia. Untuk memperjelas, berikut contohnya:
Lisa: Nanti, kamu bawakan aku kue pelangi dan jus jeruk, ya.
Mona: Oke, aku akan bawakan kamu kue pelangi.
Pada contoh tuturan di atas, Lisa berasumsi bahwa Mona melakukan kerja sama. Namun, Mona tidak sadar sepenuhnya maksud Lisa tentang maksim kuantitas karena Mona tidak menyebutkan jus jeruk. Jika membawakan jus jeruk, maka Mona akan mengatakannya karena ia ingin memenuhi maksim kuantitas. Lisa seharusnya menyimpulkan bahwa apa yang dia katakan melalui suatu implikatur percakapan. Sebab, penuturlah yang menyampaikan makna melalui implikatur dan sosok yang mengenali makna-makna yang disampaikan lewat inferensi.
2. Implikatur Percakapan Umum
Implikatur percakapan khusus tidak dipersyaratkan untuk memperhitungkan makna tambahan yang disampaikan, maka disebut implikatur percakapan umum.
Contoh:
Pada suatu hari saya duduk di sebuah taman. Sepasang kekasih pun duduk di salah satu bangku taman itu.
Contoh implikatur pada tuturan di atas adalah bahwa taman dan pasangan kekasih bukanlah milik penutur dan tak dikenali penutur. Apabila penutur lebih spesifik menuturkan, maka bisa jadi kebun dan sepasang kekasih yang dimaksudkannya dikenalinya. Misalnya, Pada suatu hari saya duduk di tamanku. Sepasang kekasih yang kukenalpun duduk di salah satu bangku tamanku itu.
3. Implikatur Berskala
Informasi selalu disampaikan dengan memilih sebuah kata yang menyatakan suatu nilai dari suatu skala nilai.Ini secara khusus tampak jelas dalam istilah-istilah untuk mengungkapkan kuantitas, seperti yang ditunjukkan dalam sebuah skala, ketika istilah-istilah itu didaftar dari skala nilai tertinggi ke nilai terendah.

Contohnya:
semua, sebagian besar, banyak, beberapa, sedikit selalu, sering, kadang-kadang.
"Saya sedang belajar ilmu bahasa dan saya telah melengkapi beberapa mata kuliah yang dipersyaratkan."
Dengan memilih kata "beberapa" dalam contoh tuturan di atas penutur menciptakan suatu implikatur. Ini yang disebut implikatur berskala. Implikatur berskala adalah semua bentuk negatif dari skala yang lebih tinggi yang dilibatkan apabila dalam skala itu dinyatakan.
4. Implikatur Percakapan Khusus
Pada sebuah percakapan, implikatur telah diperhutangkan tanda adanya pengetahuan khusus terhadap konteks tertentu. Akan tetapi, seringkali percakapan kita terjadi dalam konteks yang sangat khusus. Inferensi-inferensi yang demikian dipersyaratkan untuk menentukan maksud yang disampaikan menghasilkan implikatur percakapan khusus.
Mira: Apakah kamu suka es krim?
Anton: Apa itu Magnum Gold?
Mira bertanya apakah lawan tuturnya menyukai es krim atau tidak. Akan tetapi, Anton sebagai lawan tutur tidak menjawab ya atau tidak. Namun, keduanya melakukan kerja sama. Mira tidak memerlukan jawaban ya, namun sudah mengerti kalau Anton menyukai es krim karena menyebutkan merek es krim terkenal. Artinya, Anton menunjukkan ketertarikan terhadap es krim.
5. Implikatur Konvensional
Implikatur konvensional tidak didasarkan pada prinsip kerja sama atau maksim-maksim. Implikatur konvensional tidak harus terjadi dalam percakapan,dan tidak langsung pada konteks khusus untuk mengiterpretasikannya. Implikatur konvensional diasosiasikan dengan kata-kata khusus dan menghasilkan maksud tambahan apabila yang disampaikan apabila kata-kata itu digunakan. Kata penghubung "tetapi" adalah salah satu kata-kata ini.
Contoh;
Indi menyarankan warna hitam, tetapi saya ingin warna putih.
Pada contoh di atas, kenyataan bahwa Indi menyarankan warna hitam, bertolak belakang dengan pilihan saya warna putih. Melalui implikatur konvensional 'tetapi'. Hal ini terjadi dalam pemakaian bahasa biasanya terdapat implikatur yang disebut implikatur konvensional,  yaitu implikatur yang ditentukan oleh ‘arti konvensional kata-kata yang dipakai’.
INFERENSI
Inferensi adalah proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis, yaitu dengan membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).
Untuk menarik sebuah kesimpulan (inferensi) perlu kita mengetahui jenis-jenis inferensi, antara lain;
Inferensi Langsung :
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari premisnya. Contoh:
Pohon yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
Dari premis tersebut dapat kita lansung menarik kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak budi setahun yang lalu tidak mati.
Inferensi Tak Langsung :
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua atau lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama. Contoh:
a : Saya melihat ke dalam kamar itu.
b : Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut, misalnya: kamar itu memiliki plafon.
DEIKSIS
Deiksis berasal dari kata Yunani kuno yang berarti “menunjukkan atau menunjuk”. Dengan kata lain informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada hal tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu itulah yang disebut dengan deiksis. Deiksis adalah kata atau frasa yang menghunjuk kepada kata, frasa, atau ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan (Agustina, 1995:40). Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu.
Perhatikan contoh kalimat berikut.
(a) Begitulah isi sms yang dikirimkannya padaku dua hari yang lalu.
(b) Hari ini bayar, besok gratis.
(c) Jika Anda berkenan, di tempat ini Anda dapat menunggu saya dua jam lagi.
Dari contoh di atas, kata-kata yang dicetak miring dikategorikan sebagai dieksis. Pada kalimat (a) yang dimaksud dengan begitulah tidak bisa diketahui karena uraian berikutnya tidak dijelaskan. Pada kalimat (b) kapan yang dimaksud dengan hari ini dan besok juga tidak jelas, karena kalimat itu terpampang setiap hari di sebuah kafetaria. Pada kalimat (b) kata Anda tidak jelas rujukannya, apakah seorang wanita atau pria, begitu juga frasa di tempat ini lokasinya tidak jelas.
Semua kata dan frasa yang tidak jelas pada kalimat di atas dapat diketahui jika konteks untuk masing-masing kalimat tersebut disertakan. Dalam berpragmatik kalimat seperti di atas wajar hadir di tengah-tengah pembicaraan karena konteks pembicaraan sudah disepakati antara si pembicara dan lawan bicara.
1.      Jenis-jenis Deiksis
Dalam kajian pragmatik, deiksis dapat dibagi menjadi jenis-jenis seperti diuraikan berikut ini.
Ø  Deiksis Orang
Dalam kategori deiksis orang, yang menjadi kriteria adalah peran pemeran serta dalam peristiwa berbahasa tersebut (Nababan, 1987:41). Bahasa Indonesia mengenal pembagian kata ganti orang menjadi tiga yaitu, kata ganti orang pertama,orang kedua, dan orang ketiga.
Dalam sistem ini, orang pertama ialah kategori rujukan pembicara kepada dirinya sendiri, seperti saya, aku, kami, dan kita. Orang kedua adalah kategori rujukan kepada seseorang (atau lebih) pendengar atau siapa yang dituju dalam pembicaraan, seperti kamu, engkau, anda, dan kalian. Orang ketiga adalah kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara dan bukan pula pendengar, seperti dia, ia, beliau, -nya, dan mereka. Contoh pemakaian deiksis orang dapat dilihat dalam kalimat-kalimat berikut.
(a) Mengapa hanya saya yang diberi tugas berat seperti ini?
(b) Saya melihat mereka di pasar kemarin.
Kata-kata yang dicetak miring seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam dieksis orang. Contoh kata seperti itu dipakai dalam percakapan sebagai pengganti atau rujukan dari yang dimaksud dalam suatu peristiwa berbahasa.
Ø  Dieksis Tempat
Dieksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat yang dipandang dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa itu. Dalam berbahasa, orang akan membedakan antara di sini, di situ dan di sana. Hal ini dikarenakan disini lokasinya dekat dengan si pembicara, di situ lokasinya tidak dekat pembicara, sedangkan di sana lokasinya tidak dekat dari si pembicara dan tidak pula dekat dari pendengar.
Contoh penggunaan dieksis tempat dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut.
(a) Tempat itu terlalu jauh baginya, meskipun bagimu tidak.
(b) Duduklah bersamaku di sini.
Kata-kata yang dicetak miring seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam deiksis tempat.
Ø  Deiksis Waktu
Deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu yang dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat. Contoh deiksis waktu adalah kemarin, lusa, besok, bulan ini, minggu ini, atau pada suatu hari.
Kalimat-kalimat berikut adalah contoh pemakaian dari kata penunjuk deiksis waktu.
(a) Dalam rangka menyambut hari raya Idul Fitri, yang bernama Fitri dapat makan gratis besok. (tulisan di sebuah restoran)
(b) Gaji bulan ini tidak seberapa yang diterimanya.
(c) Saya tidak dapat menolong Anda sekarang ini.
Ø  Deiksis Wacana
Deiksis wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau yang sedang dikembangkan. Deiksis wacana ditunjukkan oleh anafora dan katafora. Sebuah rujukan dikatakan bersifat anafora apabila perujukan atau penggantinya merujuk kepada hal yang sudah disebutkan. Senada dengan hal itu, anafora adalah hal atau fungsi yang menunjuk kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam kalimat atau wacana.
Contoh kalimat yang bersifat anafora dapat dilihat dalam kalimat berikut.
(a) Wati belum mendapatkan pekerjaan, padahal dia sudah diwisuda dua tahun yang lalu.
(b) Joni baru saja membeli mobil BMW. Warnanya merah dan harganya jangan ditanya.
Sebuah rujukan atau referen dikatakan bersifat katafora jika rujukannya menunjuk kepada hal yang akan. Contoh kalimat yang bersifat katafora dapat dilihat dalam kalimat berikut.
(a) Di sini, digubuk tua ini mayat itu ditemukan.
(b) Setelah dia masuk, langsung Toni memeluk adiknya.
Ø  Deiksis Sosial
Deiksis sosial adalah mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial antara pembicara dan lawan bicara atau penulis dan pembaca dengan topik atau rujukan yang dimaksud dalam pembicaraan itu. Contoh deiksis sosial misalnya penggunaan kata mati, meninggal, wafat dan mangkat untuk menyatakan keadaan meninggal dunia. Masing-masing kata tersebut berbeda pemakaiannya. Begitu juga penggantian kata pelacur dengan tunasusila, kata gelandangan dengan tunawisma, yang kesemuanya dalam tata bahasa disebut eufemisme (pemakaian kata halus). Selain itu, deiksis sosial juga ditunjukkan oleh sistem honorifiks (sopan santun berbahasa). Misalnya penyebutan pronomina persona (kata ganti orang), seperti kau, kamu, dia, dan mereka, serta penggunaan sistem sapaan dan penggunaan gelar. Contoh pemakaian deiksis sosial adalah pada kalimat berikut.
(a) Apakah saya bisa menemui Bapak hari ini?
(b) Saya harap Pak Haji berkenan memenuhi undangan saya.

DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Pengantar Sosiolinguistik Bahasa. Bandung: Angkasa.
Chaer, Abdul dan Leoni Agustin. 1995. Sosiolinguistik Pengenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
George, Yuli. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ibrahim, Abd. Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional.
Ihsan, Dimroh. 2011. Pragmatik, Anasilisis Wacana, dan Guru Bahasa. Palembang: Universitas Sriwiwjaya.
Kridalaksana. Hari Muriti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.
Nababan, P.W.J.1984. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT Remeja Rusdakarya.
Rani, A. Arifin, B. dan Martutik. 2004. Analisis Wancana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
Serle, John. R. 1980. Speech Acts An Essay in The Philosophy of Languange Melbrone. Sidney: Cambridge Univerisy Press.
Subyakto, Sri Utari Nababan. 1992. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.
Suwito. 1993. Sosiolinguistik: Pengantar Awal. Bandung: Angkasa.
Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar