Dibawah
ini dikutip beberapa definisi pragmatik yang dikemukan oleh para ahli. Menurut
Levinson (1983:9), ilmu pragmatik didefinisikan sebagai berikut: (1) Pragmatik
ialah kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan
pengertian bahasa. Di sini, pengertian atau pemahaman bahasa menghunjuk kepada
fakta bahwa untuk mengerti sesuatu ungkapan atau ujaran bahasa diperlukan juga
pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya
dengan konteks pemakaiannya. (2) Pragmatik ialah kajian tentang kemampuan
pemakai bahsa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai
bagi kalimat-kalimat itu´. (Nababan, 1987:2).
Pragmatik
juga diartikan sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya
pemakaian bahasa dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks
luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran (Kridalaksana, 1993:
177). Menurut Ver haar (1996:14), pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik
yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi
antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada
hal-hal ekstralingual yang dibicarakan. Purwo (1990:16) mendefinisikan
pragmatik sebagai telaah mengenai makna tuturan (utterance) menggunakan makna
yang terikat konteks. Sedangkan memperlakukan bahasa secara pragmatik ialah
memperlakukan bahasa dengan mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya
pada peristiwa komunikasi (Purwo, 1990:31).
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan tentang batasan pragmatik.
Pragmatik adalah suatu telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks
mempengaruhi peserta tutur dalam menafsirkan kalimat atau menelaah makna dalam
kaitannya dengan situasi ujaran.
Pragmatik memiliki kajian atau
bidang telaah tertentu yaitu dieksis, praanggapan (presupposition), tindak
tutur (speech acts), dan implikatur percakapan (conversational implicature)
(Kaswanti Purwo, 1990:17). Namun, pada makalah ini akan membahas tindak tutur,
praanggapan, dieksis, inferensi dan implikatur.
Tindak Tutur
Tindak
tutur adalah bagian dari pragmatik. Tindak tutur (istilah Kridalaksana
‘pertuturan’ / speech act, speech event): pengujaran kalimat untuk menyatakan
agar suatu maksud dari pembicara diketahui pendengar (Kridalaksana, 1984:154).
Tindak tutur (speech atcs) adalah ujaran yang dibuat sebagai bagian dari
interaksi sosial (Hudson dikutif Alwasilah, 1993:19). Menurut Hamey (dikutif
Sumarsono, dan Paina Partama, 2002:329-330)tindak tutur merupakan bagian dari
peristiwa tutur, dan peristiwa tutur merupakan bagian dari situasi tutur. Setiap peristiwa tutur terbatas pada
kegiatan, atau aspek-aspek kegiatan yang secara langsung diatur oleh kaidah
atau norma bagi penutur. Ujaran atau tindak tutur dapat terdiri dari satu tindak
turur atau lebih dalam suatu peristiwa tutur dan situasi tutur.
Dengan
demikian, ujaran atau tindak tutur sangat tergantung dengan konteks ketika
penutur bertutur. Tuturan-tuturan baru dapat dimengerti hanya dalam kaitannya
dengan kegiatan yang menjadi konteks dan tempat tuturan itu tejadi. Sesuai
dengan pendapat Alwasilah (1993:20) bahwa ujaran bersifat context dependent
(tergantung konteks)
Tindak
tutur merupakan gejala individu, bersifat psikologis, dan ditentukan oleh
kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur di
titikberatkan kepada makna atau arti tindak, sedangkan peristiwa tutur lebih
dititikberatkan pada tujuan peristiwanya (Suwito, 1983:33). Dalam tindak tutur ini terjadi peristiwa
tutur yang dilakukan penutur kepada mitra tutur dalam rangka menyampaikan
komunikasi. Agustin (dikutuf Subyakto, 1992:33) menekankan tindak tutur dari
segi pembicara. Kalimat yang bentuk formalnya berupa pertanyaan memberikan informasi dan dapat pula berfungsi
melakukan suatu tindak tutur yang dilakukan oleh penutur. Dengan demikian,
penutur yang diucapkan suatu tindakan, seperti “Pergi!”, “Silahkan Anda
tinggalkan rumah ini, karena Anda belum membayar kontraknya!”, “Saya mohon Anda
meninggaln rumah ini” tindak tutur ini merupakan suatu perintah dari penutur
kepada mitra tutur untuk melakukan
tindakan.
Tindak
tutur adalah kegiatan seseorang menggunakan bahasa kepada mitra tutur dalam
rangka mengkomunikasikan sesuatu. Apa makna yang dikomukasikan tidak hanya
dapat dipahami berdasarkan penggunaan bahasa dalam bertutur tersebut tetapi
juga ditentukan oleh aspek-aspejk komunikasi secara komprehensif, termasuk
aspek-aspek situasional komunikasi.
Dalam
menuturkan kalimat, seorang tidak semata-mata mengatakan sesuatu dengan
mengucapkan kalimat itu. Ketika ia menuturkan kalimat, berarti ia menindakkan
sesuatu. Dengan mengucapkan, “Mau makan apa?” sipenutur tidak semata-mata
menanyakan atau jawaban tertentu, ia juga menindakkan sesuatu, yakni menawarkan
makan siang. Seorang ibu berkata kepada anak perempuannya yang dikunjungi oleh
pacarnya “Sudah pukul sembilan”. Ibu tadi tidak semata-mata memberitahukan
tentang keadaan yang berkaitan dengan waktu, tetapi juga menindakkan sesuatu
yakni memerintahkan mitra tutur atua
orang laian (misalnya anaknya ) agar pacarnya pulang.
Jenis-Jenis Tindak Tutur
Tindak tutur atau tindak ujaran
(speech act) mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pragmatik karena TT
adalah satuan analisisnya. Uraian berikut memaparkan klasifikasi dari berbagai
jenis TT. Menurut pendapat Austin (dikutif Chaer dan Leonie Agustina,
1995:68-69) merumuskan adanya tiga jenis
tindak tutur, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.
1. Tindak tutur lokusi atau apa yang
dikatakan (locutionary act) adalah tindak tutur yang untuk menyatakan sesuatu.
Misal; kakinya dua, pohon punya daun. Tindak tutur yang dilakukan oleh
penutur berkaitan dengan perbuatan dalam
hubungannya tentang sesuatu dengan mengatakan sesuatu (an act of saying
something), seperti memutuskan, mendoakan, merestui dan menuntut.
2. Tindak tutur ilokusi (illocutionary
act) yaitu, tindak tutur yang didepinisikan tidak tutur ilokusi sebagi sebuah
tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau mengimformasikan sesuatu dapat
juga digunakan untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, tindak tutur yang
dilakukan oleh penutur berkaitan dengan perbuatan hubungan dengan menyatakan
sesuatu. Tindak tutur ilokusi berkaitana dengan nilai yang ada dalam
proposisinya. Contoh, “Saya tidak dapat datang”. Kalimat ini oleh seseorang
kepada temannya yang baru melaksanakan resepsi pernikahan anaknya, tidak hanya
berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu yakni meminta
maaf karena tidak datang.
3. Tindak tutur perlokusi: Austin, Searle,
perbuatan yang dilakukan dengan mengujarkan sesuatu, membuat orang lain percaya
akan sesuatu dengan mendesak orang lain untuk berbuat sesuatu, dll. atau
mempengaruhi orang lain (perlocutionary speech act)
Misalnya:
Tempat
itu jauh.
mengandung
pesan. metapesan ‘Jangan pergi ke sana!’ metapesan (Dalam pikiran mitratutur
ada keputusan) “Saya tidak akan pergi ke sana.”
Pembagian tindak tutur berdasarkan
maksud penutur ketika berbicara (ilokusi) Searle membagi dalam lima jenis.
Pembagian ini menurut Searle (1980:16) didasarkan atas asumsi “Berbicara
menggunakan suatu bahasa adalah mewujudkan prilaku dalam aturan yang tertentu”.
Kelima tindak tutur tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tindak tutur repesentatif, yaitu tindak
tutur yang berfungsi untuk menetapan atau menjelakan sesuatu apa adanya. Tindak
tutur ini, seperti menyatakan, melaporkan, memberitahukan, menjelaskan,
mempertahankan, menolak dan lain-lain. Tindak menyatakan, mempertahankan
maksudnya adalah penutur mengucapkan sesuatu, maka mitra tutur percaya terhadat
ujaran penutur. Tindak melaporkan memberitahukan, maksudnya ketika penutur
mengujarkan sesuatu, maka penutur percaya bahwa telah terjadi sesuatu. Tindak
menolak, menyangkal, maksudnya penutur mengucapkan sesuatu maka mitra tutur
percaya bahwa terdapat alasan untuk tidak percaya. Tindak menyetujui,
menggakui, maksudnya ketika penutur mengujarkan sesuatu, maka mitra tutur
percaya bahwa apa yang diujarkan oleh penutur berbeda dengan apa yang ia
inginkan dan berbeda dengan pendapat semula.
Contoh
Guru
: Pokok bahasan kita hari ini mengenai analisis wacana.
Tuturan
guru di atas, merupakan salah satu contoh tindak tutur representatif yang
termasuk mdalam tindak memberitahukan.
1. Tindak tutur komisif, yaitu tindak
tutur yang berfungsi untuk mendorong pembicaraan melakukan sesuatu, seperti
berjanji, bernazar, bersumpah, dan ancaman. Komisit terdiri dari 2 tipe, yaitu
promises (menyajikan) dan offers (menawarkan) (Ibrahim, 1993:34). Tindak
menjanjikan, mengutuk dan bersumpah maksudnya adalah penutur menjajikan mitra tutur untuk melakukan A,
berdasarkan kondisi mitra tutur menunjukkan dia ingin penutur melakukan A.
Contoh
saya berjanji akan datang besok
Tuturan
di atas, merupakan salah satu contoh tindak komisif yang termasuk dalam
menjanjikan
1. Tinddak tutur direkfif, yaitu tindak
tutur yang berfungsi untuk mendorong pendengar melakukan sesuatu, misalnya
menyuruh, perintah, meminta. Menutur Ibrahim (1993:27) direktif mengespresikan
sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur, mislnya
meminta, memohon, mengajak, bertanya, memerintah, dan menyarankan. Tindak
meminta maksunya ketika mengucapkan sesuatu, penutur meminta mitra tutur untuk
melakukan A, maksudnya mitra tutur melakukan A, karena keinginan penutur.
Tindak memerintah, maksudnya ketika penutur mengekspresikan keinginannya pada
mitra tutur untuk melakukan A, mitra tutur harus melakukan A, mitra tutur
melakukan A karena keinginan penutur. Tindak bertanya, ketika mengucapkan
sesuatu penutur bertanya, mengekspresikan keingin kepada mitratutur, mitra
tutur menjawab apa yang ditanya oleh penutur.
Contoh
Guru : Siapa yang piket hari ini?
Siswa : Ani (siswa yang bersangkutan maju)
Tuturan
di atas, merupakan suatu pernyatan yang tujuannya meminta informasi mitra
tutur.
Guru : Coba, ulangi jawabannya.
Tuturan
ini juga termasuk tindak tutur direktif yang maksudnya menyuruh meminta si A
mengulangi kembali jawabannya.
1. Tindak tutur ekspresif, tindak tutur
ini berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berupa
tindak meminta maaf, berterimakasih,menyampaikan ucapan selamat, memuji,
mengkritik. Penutur mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur baik
yang berupa rutinitas maupun yang murni. Perasaan dan pengekspresian penutur
untuk jenis situasi tertentu yang dapat berupa tindak penyampaian salam
(greeting) yang mengekspresikan rasa senang, karena bertemu dan melihat
seseorang, tindak berterimakasih (thanking) yang mengekspresikan rasa syukur,
karena telah menerima sesuatu. Tindak meminta maaf (apologizing)
mengekspresikan simpati, karena penutur telah melukai atau mengganggu mitra
tutur.
Contoh
: Ya, bagus sekali nilai rapormu.
Tuturan
di atas, merupakan salah satu contoh tindak ekspresif yang termasuk pujian.
1. Tindak tutur deklaratif, yaitu tindak
tutur yang berfungsi untk memantapkan
sesuatu yang dinyatakan, atara lain dengan setuju, tidak setuju, benar-benar
salah, dan sebagainya.
Tindak tutur langsung-tidak langsung dan
literal-tidak literal
Berdasarkan
isi kalimat atau tuturannya, kalimat dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu
kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah
(imperatif).
Adiknya
sakit. Di mana handuk saya? Pergi!. Berdasarkan mudusnya, kalimat atau tuturan
dapat dibedakan menjadi tuturan langsung dan tuturan tidak langsung. Misalnya:
Tuturan
langsung
A:
Minta uang untuk membeli gula!
B:
Ini.
Tuturan
tidak langsung
A:
Gulanya habis, yah.
B:
Ini uangnya. Beli sana!
Kadang-kadang
secara pragmatis kalimat berita dan tanya digunakan untuk memerintah, sehingga
merupakan TT tidak langsung (indirect speech). Hal ini merupakan sesuatu yang
penting dalam kajian pragmatik. Misalnya:
1.
Rumahnya jauh. (ada maksud: jangan pergi ke sana).
2.
Adiknya sakit. (ada maksud: jangan ribut atau tengoklah!)
Berdasarkan keliteralannya, tuturan
dapat dibedakan menjadi tuturan literal dan tuturan tidal literal.
1.
Tuturan literal: tuturan yang sesuai dengan maksud atau modusnya. Misalnya,
Buka mulutnya! (makna lugas: buka).
2.
Tuturan tidak literal: tuturan yang tidak sesuai dengan maksud dalam
tulisan/tuturan. Misalnya, Buka mulutnya! (makna tidak lugas: tutup). Hal ini
disebut juga ‘nglulu’
Dalan
bahasa kadang-kadang terjadi, yang bagus dikatakan jelek (hal ini disebut
banter ([bEnte]), yang jelek dikatakan bagus (disebut ‘ironi’).
Masing-masing tindak tutur
(langsung, tidak langsung, literal, dan tidak literal) apabila disinggungkan
(diinterseksikan) dapat dibedakan menjadi 8 macam seperti sebagai berikut.
1.
TT langsung
2.
TT tidak langsung
3.
TT literal
4.
TT tidak literal
5.
TT langsung literal
6.
TT tidak langsung literal
7.
TT langsung tidak literal
8.
TT tidak langsung tidak literal
Misalnya,
kalimat Radione kurang banter.
1.
TT langsung Radione kurang banter. betul-betul kurang keras.
2.
TT tidak langsung keraskan radionya!
3.
TT literal betul-betul kurang keras.
4.
TT tidak literal suara radionya keras sekali.
5.
TT langsung literal betul-betul kurang keras
6.
TT tidak langsung literal keraskan radionya!
7.
TT langsung tidak literal suara radionya keras sekali.
8.
TT tidak langsung tidak literal matikan!
2.2 Pengertian Praanggapan (Presuppotion)
Praanggapan
(presuposisi)
Praanggapan
berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose
beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum pembicara atau penulis
mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang kawan bicara
atau hal yang dibicarakan.
Selain
definisi tersebut, beberapa definisi lain tentang praanggapan di antaranya
adalah: Levinson (dikutif Nababan, 1987:48) memberikan konsep praanggapan yang
disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau
pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan
mempunyai makna. George Yule (2006:43) menyatakan bahwa praanggapan atau
presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian
sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur
bukan kalimat. Louise Cummings (1999: 42) menyatakan bahwa praanggapan adalah
asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan
linguistik tertentu. Nababan (1987:46), memberikan pengertian praanggapan sebagai
dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa
(menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan)
mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya,
membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk
mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.
Dari
beberapa definisi praanggapan di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan
adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa
yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur. Untuk memperjelas hal
ini, perhatikan contoh berikut :
(1) a : “Aku sudah membeli bukunya Pak Udin
kemarin”
b
: “Dapat potongan 30 persen kan?
Contoh percakapan di atas
menunjukkan bahwa sebelum bertutur (1A) memiliki praanggapan bahwa B mengetahui
maksudnya yaitu terdapat sebuah buku yang ditulis oleh Pak Pranowo.
Kesalahan membuat praanggapan efek
dalam ujaran manusia. Dengan kata lain, praanggapan yang tepat dapat
mempertinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan. Makin tepat
praanggapan yang dihpotesiskan, makin tinggi nilai komunikatif sebuah ujaran
yang diungkapkan. Menurut Chaika (1982:76), dalam beberapa hal, maka wacana
dapat dicari melalui praanggapan. Ia mengacu pada makna yang tidak dinyatakan
secara eksplisit.
Contoh:
(2a)
“Ayah saya datang dari Surabaya”.
(3a)
“Minuman nya sudah selesai”.
Dari
contoh (2a) praanggapan adalah: (1) saya mempunyai ayah; (2) Ayah ada
disurabaya. Pada contoh (3a) praanggapannya adalah silahkan diminum. Oleh
karena itu, fungsi praanggapan ialah membantu mengurangi hambatan respons orang
terhadap penafsiran suatu ujaran.
2.2.1 Ciri Praanggapan
Ciri praanggapan yang mendasar
adalah sifat keajegan di bawah penyangkalan (Yule, 2006:45). Hal ini memiliki maksud bahwa
praanggapan (presuposisi) suatu pernyataan akan tetap ajeg (tetap benar)
walaupun kalimat itu dijadikan kalimat negatif atau dinegasikan. Sebagai contoh
perhatikan beberapa kalimat berikut :
(4)
a: “Gitar Budi itu baru”.
b:
“Gitar Budi tidak baru”.
Kalimat
(b) merupakan bentuk negatif dari kaliamt (4a). Praanggapan dalam kalimat (4a)
adalah Budi mempunyai gitar. Dalam kalimat (b), ternyata praanggapan itu tidak
berubah meski kalimat (b) mengandung penyangkalan tehadap kalimat (4a), yaitu
memiliki praanggapan yang sama bahwa Budi mempunyai gitar.
Wijana
(dikutif, 2009:64) menyatakan bahwa sebuah kalimat dinyatakan mempresuposisikan
kalimat yang lain jika ketidakbenaran kalimat yang kedua (kalimat yang diprosuposisikan)
mengakibatkan kalimat pertama (kalimat yang memprosuposisikan) tidak dapat
dikatakan benar atau salah. Untuk memperjelas pernyataan tersebut perhatikan
contoh berikut.
(5)
a. “Istri pejabat itu cantik sekali”.
b. “Pejabat itu mempunyai istri”.
Kalimat
(b) merupakan praanggapan (presuposisi) dari kalimat (5a). Kalimat tersebut
dapat dinyatakan benar atau salahnya bila pejabat tersebut mempunyai istri.
Namun, bila berkebalikan dengan kenyataan yang ada (pejabat tersebut tidak
mempunyai istri), kalimat tersebut tidak dapat ditentukan kebenarannya.
2.2.2 Jenis-jenis Praanggapan
Praanggapan
(presuposisi) sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa,
dan struktur (Yule, 2006:46). Selanjutnya Gorge Yule mengklasifikasikan
praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan,
yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi
non-faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural, dan presuposisi
konterfaktual.
1. Presuposisi Esistensial
Presuposisi
(praanggapan) eksistensial adalah preaanggapan yang menunjukkan eksistensi/
keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit.
(6)
a. Orang itu berjalan
b. Ada orang berjalan
2.
Presuposisi Faktif
Presuposisi
(praanggapan) faktif adalah praanggapan di mana informasi yang dipraanggapkan
mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan.
(7)
a. Dia tidak menyadari bahwa ia sakit
b. Dia sakit
(8)
a. Kami menyesal mengatakan kepadanya
b. Kami mengatakan kepadanya
3. Presuposisi Leksikal
Presuposisi
(praanggapan) leksikal dipahami sebagai bentuk praanggapan di mana makna yang
dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna
lain (yang tidak dinyatakan) dipahami.
(9)
a. Dia berhenti merokok
b. Dulu dia biasa merokok
(10)a.
Mereka mulai mengeluh
b. Sebelumnya mereka tidak mengeluh
4. Presuposisi Non-faktif
Presuposisi
(praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan yang diasumsikan tidak benar.
(11)
a. Saya membayangkan bahwa saya kaya
b. Saya tidak kaya
(12)
a. Saya membayangkan berada di Hawai
b. Saya tidak berada di Hawai
5. Presuposisi Struktural
Presuposisi
(praanggapan) struktural mengacu pada sturktur kalimat-kalimat tertentu telah
dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan konvensional bahwa bagian
struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat
tanya, secara konvensional diinterpretasikan dengan kata tanya (kapan dan di
mana) seudah diketahui sebagai masalah.
(12)
a. Di mana Anda membeli sepeda itu?
b. Anda membeli sepeda
(13)
a. Kapan dia pergi?
b. Dia pergi
6. Presuposisi konterfaktual
Presuposisi
(praanggapan) konterfaktual berarti bahwa yang di praanggapkan tidak hanya
tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak
belakang dengan kenyataan.
(14)
a. Seandainya
IMPLIKATUR
Konsep
implikatur kali pertama dikenalkan oleh
H.P. Grice (1975) untuk memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat
diselesaikan oleh teori semantik biasa. Implikatur dipakai untuk
memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh penutur sebagai
hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah (Brown dan Yule
1983:1). Makna tersirat (implied meaning) atau implikatur adalah makna atau
pesan yang tersirat dalam ungkapan lisan dan atau wacana tulis. Kata lain
implikatur adalah ungkapan secara tidak langsung yakni makna ungkapan tidak
tercermin dalam kosa kata secara literal. Dalam pemakaian bahasa terdapat
implikatur yang disebut implikatur konvensional, yaitu implikatur yang
ditentukan oleh ‘arti konvensional kata-kata yang dipakai’.
Contoh:
a.
Dia orang Palembang karena itu dia pemberani.
Pada
contoh (a) tersebut, penutur tidak secara langsung menyatakan bahwa suatu ciri
(pemberani) disebabkan oleh ciri lain (jadi orang Palembang), tetapi bentuk
ungkapan yang dipakai secara konvensional berimplikasi bahwa hubungan seperti
itu ada. Kalau individu itu dimaksud orang Palembang dan tidak pemberani,
implikaturnya yang keliru tetapi ujaran tidak salah.
Ada
empat macam faedah konsep implikatur, yaitu
a. Dapat memberikan penjelasan makna atau
fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik.
b. Dapat memberikan penjelasan yang tegas
tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa.
c. Dapat memberikan pemberian semantik yang
sederhana tentang hubungan klausa yang
dihubungkan denagn kata penghubung yang sama.
d. Dapat memberikan berbagi fakta yang
secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanana (seperti
metafora).
Jenis-jenis
Implikatur
1.
Implikatur Percakapan
Asumsi
dasar percakapan adalah jika tidak ditunjukan sebaliknya bahwa peserta tuturnya
mengikuti maksim-maksim prinsip kerja sama. Maksim adalah pernyataan ringkas
yang mengandung ujaran atau kebenaran umum tentang sifat-sifat manusia. Untuk
memperjelas, berikut contohnya:
Lisa:
Nanti, kamu bawakan aku kue pelangi dan jus jeruk, ya.
Mona:
Oke, aku akan bawakan kamu kue pelangi.
Pada
contoh tuturan di atas, Lisa berasumsi bahwa Mona melakukan kerja sama. Namun,
Mona tidak sadar sepenuhnya maksud Lisa tentang maksim kuantitas karena Mona
tidak menyebutkan jus jeruk. Jika membawakan jus jeruk, maka Mona akan
mengatakannya karena ia ingin memenuhi maksim kuantitas. Lisa seharusnya
menyimpulkan bahwa apa yang dia katakan melalui suatu implikatur percakapan.
Sebab, penuturlah yang menyampaikan makna melalui implikatur dan sosok yang
mengenali makna-makna yang disampaikan lewat inferensi.
2.
Implikatur Percakapan Umum
Implikatur
percakapan khusus tidak dipersyaratkan untuk memperhitungkan makna tambahan
yang disampaikan, maka disebut implikatur percakapan umum.
Contoh:
Pada
suatu hari saya duduk di sebuah taman. Sepasang kekasih pun duduk di salah satu
bangku taman itu.
Contoh
implikatur pada tuturan di atas adalah bahwa taman dan pasangan kekasih
bukanlah milik penutur dan tak dikenali penutur. Apabila penutur lebih spesifik
menuturkan, maka bisa jadi kebun dan sepasang kekasih yang dimaksudkannya
dikenalinya. Misalnya, Pada suatu hari saya duduk di tamanku. Sepasang kekasih
yang kukenalpun duduk di salah satu bangku tamanku itu.
3.
Implikatur Berskala
Informasi
selalu disampaikan dengan memilih sebuah kata yang menyatakan suatu nilai dari
suatu skala nilai.Ini secara khusus tampak jelas dalam istilah-istilah untuk
mengungkapkan kuantitas, seperti yang ditunjukkan dalam sebuah skala, ketika
istilah-istilah itu didaftar dari skala nilai tertinggi ke nilai terendah.
Contohnya:
semua,
sebagian besar, banyak, beberapa, sedikit selalu, sering, kadang-kadang.
"Saya
sedang belajar ilmu bahasa dan saya telah melengkapi beberapa mata kuliah yang
dipersyaratkan."
Dengan
memilih kata "beberapa" dalam contoh tuturan di atas penutur
menciptakan suatu implikatur. Ini yang disebut implikatur berskala. Implikatur
berskala adalah semua bentuk negatif dari skala yang lebih tinggi yang
dilibatkan apabila dalam skala itu dinyatakan.
4.
Implikatur Percakapan Khusus
Pada
sebuah percakapan, implikatur telah diperhutangkan tanda adanya pengetahuan
khusus terhadap konteks tertentu. Akan tetapi, seringkali percakapan kita
terjadi dalam konteks yang sangat khusus. Inferensi-inferensi yang demikian
dipersyaratkan untuk menentukan maksud yang disampaikan menghasilkan implikatur
percakapan khusus.
Mira:
Apakah kamu suka es krim?
Anton:
Apa itu Magnum Gold?
Mira
bertanya apakah lawan tuturnya menyukai es krim atau tidak. Akan tetapi, Anton
sebagai lawan tutur tidak menjawab ya atau tidak. Namun, keduanya melakukan
kerja sama. Mira tidak memerlukan jawaban ya, namun sudah mengerti kalau Anton
menyukai es krim karena menyebutkan merek es krim terkenal. Artinya, Anton
menunjukkan ketertarikan terhadap es krim.
5.
Implikatur Konvensional
Implikatur
konvensional tidak didasarkan pada prinsip kerja sama atau maksim-maksim.
Implikatur konvensional tidak harus terjadi dalam percakapan,dan tidak langsung
pada konteks khusus untuk mengiterpretasikannya. Implikatur konvensional
diasosiasikan dengan kata-kata khusus dan menghasilkan maksud tambahan apabila
yang disampaikan apabila kata-kata itu digunakan. Kata penghubung
"tetapi" adalah salah satu kata-kata ini.
Contoh;
Indi
menyarankan warna hitam, tetapi saya ingin warna putih.
Pada
contoh di atas, kenyataan bahwa Indi menyarankan warna hitam, bertolak belakang
dengan pilihan saya warna putih. Melalui implikatur konvensional 'tetapi'. Hal
ini terjadi dalam pemakaian bahasa biasanya terdapat implikatur yang disebut
implikatur konvensional, yaitu
implikatur yang ditentukan oleh ‘arti konvensional kata-kata yang dipakai’.
INFERENSI
Inferensi
adalah proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami
makna secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh
pembicara atau penulis, yaitu dengan membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan
konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan
implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang
ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).
Untuk
menarik sebuah kesimpulan (inferensi) perlu kita mengetahui jenis-jenis
inferensi, antara lain;
Inferensi
Langsung :
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan
untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari
premisnya. Contoh:
Pohon
yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
Dari
premis tersebut dapat kita lansung menarik kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon
yang ditanam pak budi setahun yang lalu tidak mati.
Inferensi
Tak Langsung :
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari dua atau lebih premis. Proses akal budi
membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi
lama. Contoh:
a
: Saya melihat ke dalam kamar itu.
b
: Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai
Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut, misalnya: kamar itu memiliki
plafon.
DEIKSIS
Deiksis
berasal dari kata Yunani kuno yang berarti “menunjukkan atau menunjuk”. Dengan
kata lain informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk
pada hal tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu itulah yang disebut dengan
deiksis. Deiksis adalah kata atau frasa yang menghunjuk kepada kata, frasa,
atau ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan (Agustina, 1995:40).
Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau
berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung
pada saat dan tempat dituturkannya kata itu.
Perhatikan
contoh kalimat berikut.
(a)
Begitulah isi sms yang dikirimkannya padaku dua hari yang lalu.
(b)
Hari ini bayar, besok gratis.
(c)
Jika Anda berkenan, di tempat ini Anda dapat menunggu saya dua jam lagi.
Dari
contoh di atas, kata-kata yang dicetak miring dikategorikan sebagai dieksis.
Pada kalimat (a) yang dimaksud dengan begitulah tidak bisa diketahui karena
uraian berikutnya tidak dijelaskan. Pada kalimat (b) kapan yang dimaksud dengan
hari ini dan besok juga tidak jelas, karena kalimat itu terpampang setiap hari
di sebuah kafetaria. Pada kalimat (b) kata Anda tidak jelas rujukannya, apakah
seorang wanita atau pria, begitu juga frasa di tempat ini lokasinya tidak
jelas.
Semua
kata dan frasa yang tidak jelas pada kalimat di atas dapat diketahui jika
konteks untuk masing-masing kalimat tersebut disertakan. Dalam berpragmatik
kalimat seperti di atas wajar hadir di tengah-tengah pembicaraan karena konteks
pembicaraan sudah disepakati antara si pembicara dan lawan bicara.
1. Jenis-jenis Deiksis
Dalam
kajian pragmatik, deiksis dapat dibagi menjadi jenis-jenis seperti diuraikan
berikut ini.
Ø Deiksis Orang
Dalam
kategori deiksis orang, yang menjadi kriteria adalah peran pemeran serta dalam
peristiwa berbahasa tersebut (Nababan, 1987:41). Bahasa Indonesia mengenal
pembagian kata ganti orang menjadi tiga yaitu, kata ganti orang pertama,orang
kedua, dan orang ketiga.
Dalam
sistem ini, orang pertama ialah kategori rujukan pembicara kepada dirinya
sendiri, seperti saya, aku, kami, dan kita. Orang kedua adalah kategori rujukan
kepada seseorang (atau lebih) pendengar atau siapa yang dituju dalam
pembicaraan, seperti kamu, engkau, anda, dan kalian. Orang ketiga adalah
kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara dan bukan pula pendengar,
seperti dia, ia, beliau, -nya, dan mereka. Contoh pemakaian deiksis orang dapat
dilihat dalam kalimat-kalimat berikut.
(a)
Mengapa hanya saya yang diberi tugas berat seperti ini?
(b)
Saya melihat mereka di pasar kemarin.
Kata-kata
yang dicetak miring seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari
kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam dieksis orang. Contoh kata
seperti itu dipakai dalam percakapan sebagai pengganti atau rujukan dari yang
dimaksud dalam suatu peristiwa berbahasa.
Ø Dieksis Tempat
Dieksis
tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat yang dipandang
dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa itu. Dalam berbahasa, orang
akan membedakan antara di sini, di situ dan di sana. Hal ini dikarenakan disini
lokasinya dekat dengan si pembicara, di situ lokasinya tidak dekat pembicara,
sedangkan di sana lokasinya tidak dekat dari si pembicara dan tidak pula dekat
dari pendengar.
Contoh
penggunaan dieksis tempat dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut.
(a)
Tempat itu terlalu jauh baginya, meskipun bagimu tidak.
(b)
Duduklah bersamaku di sini.
Kata-kata
yang dicetak miring seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari
kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam deiksis tempat.
Ø Deiksis Waktu
Deiksis
waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu
yang dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat. Contoh deiksis waktu adalah
kemarin, lusa, besok, bulan ini, minggu ini, atau pada suatu hari.
Kalimat-kalimat
berikut adalah contoh pemakaian dari kata penunjuk deiksis waktu.
(a)
Dalam rangka menyambut hari raya Idul Fitri, yang bernama Fitri dapat makan
gratis besok. (tulisan di sebuah restoran)
(b)
Gaji bulan ini tidak seberapa yang diterimanya.
(c)
Saya tidak dapat menolong Anda sekarang ini.
Ø Deiksis Wacana
Deiksis
wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah
diberikan atau yang sedang dikembangkan. Deiksis wacana ditunjukkan oleh
anafora dan katafora. Sebuah rujukan dikatakan bersifat anafora apabila
perujukan atau penggantinya merujuk kepada hal yang sudah disebutkan. Senada
dengan hal itu, anafora adalah hal atau fungsi yang menunjuk kembali kepada
sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam kalimat atau wacana.
Contoh
kalimat yang bersifat anafora dapat dilihat dalam kalimat berikut.
(a)
Wati belum mendapatkan pekerjaan, padahal dia sudah diwisuda dua tahun yang
lalu.
(b)
Joni baru saja membeli mobil BMW. Warnanya merah dan harganya jangan ditanya.
Sebuah
rujukan atau referen dikatakan bersifat katafora jika rujukannya menunjuk
kepada hal yang akan. Contoh kalimat yang bersifat katafora dapat dilihat dalam
kalimat berikut.
(a)
Di sini, digubuk tua ini mayat itu ditemukan.
(b)
Setelah dia masuk, langsung Toni memeluk adiknya.
Ø Deiksis Sosial
Deiksis
sosial adalah mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial antara
pembicara dan lawan bicara atau penulis dan pembaca dengan topik atau rujukan
yang dimaksud dalam pembicaraan itu. Contoh deiksis sosial misalnya penggunaan
kata mati, meninggal, wafat dan mangkat untuk menyatakan keadaan meninggal
dunia. Masing-masing kata tersebut berbeda pemakaiannya. Begitu juga
penggantian kata pelacur dengan tunasusila, kata gelandangan dengan tunawisma,
yang kesemuanya dalam tata bahasa disebut eufemisme (pemakaian kata halus).
Selain itu, deiksis sosial juga ditunjukkan oleh sistem honorifiks (sopan
santun berbahasa). Misalnya penyebutan pronomina persona (kata ganti orang),
seperti kau, kamu, dia, dan mereka, serta penggunaan sistem sapaan dan
penggunaan gelar. Contoh pemakaian deiksis sosial adalah pada kalimat berikut.
(a)
Apakah saya bisa menemui Bapak hari ini?
(b)
Saya harap Pak Haji berkenan memenuhi undangan saya.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah,
A. Chaedar. 1993. Pengantar Sosiolinguistik Bahasa. Bandung: Angkasa.
Chaer,
Abdul dan Leoni Agustin. 1995. Sosiolinguistik Pengenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta.
George,
Yuli. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ibrahim,
Abd. Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional.
Ihsan,
Dimroh. 2011. Pragmatik, Anasilisis Wacana, dan Guru Bahasa. Palembang:
Universitas Sriwiwjaya.
Kridalaksana.
Hari Muriti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.
Nababan,
P.W.J.1984. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT Remeja Rusdakarya.
Rani,
A. Arifin, B. dan Martutik. 2004. Analisis Wancana Sebuah Kajian Bahasa dalam
Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
Serle,
John. R. 1980. Speech Acts An Essay in The Philosophy of Languange Melbrone.
Sidney: Cambridge Univerisy Press.
Subyakto,
Sri Utari Nababan. 1992. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.
Suwito.
1993. Sosiolinguistik: Pengantar Awal. Bandung: Angkasa.
Wijana,
Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar