Kohesi
Kohesi
dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk secara structural membentuk
ikatan sintaktikal. Anton M. Moelino ( 1988:34)
menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat
yang kohesif. Konsep kohesif sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya
unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu
wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Menurut Anton M. Moelino, dkk
( 1987:96) untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya
harus kohesif. Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam
wacana dapat di interpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan
unsure-unsur lainnya. Kohesi wacana terbagi dalam dua aspek yaitu kohesi
gramatikal dan kohesi leksikal.
v Kohesi
gramatikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan tata bahasa. Kohesi leksikal
artinya kepaduan bentuk sesuai dengan kata.
Kohesi gramatikal
meliputi:
A. Referensi (pengacuan)
Referensi
merupakan pengacuan satuan lingual tertentu terhadap satuan lainnya. Di lihat
dari acuannya, referensi terbagi atas:
1. Referensi eksofora yaitu pengacuan satuan
lingual yang berada di luar teks wacana. Contoh: Itu matahari, kata itu pada
tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di luar teks, yaitu “benda berpijar yang
menerangi alam ini”.
2. Referensi endofora yaitu pengacuan satuan
lingual yang berada di dalam teks wacana.
Referensi
endofora terbagi atas:
a. Referensi anaphora yaitu pengacuan
satual lingual yang disebutkan terlebih dahulu, mengacu yang sebelah kiri.
Contoh:
Peringatan HUT ke-66 Indonesia ini akan di ramaikan dengan pagelaran pesta
kembang api.
b. Referensi katafora yaitu pengacuan satuan
lingual yang disebutkan setelahnya, mengacu yang sebelah kanan.
Contoh:
Kamu harus pergi! Ayo, cici cepatlah!
Di
lihat dari klasifikasinya, referensi terbagi atas:
1. Referensi persona yaitu pengacuan satual
lingual berupa pronomina atau kata ganti orang.
Kata
Ganti
|
Tunggal
|
Jamak
|
Persona Pertama
|
Aku, Saya
|
Kami, Kita
|
Persona Kedua
|
Kamu, Engkau, Anda
|
Kalian, Kami Sekalian
|
Persona Ketiga
|
Dia, Ia, Beliau
|
Mereka
|
Contoh:
Firdaus, kamu harus mandi.
2. Referensi demonstrasi yaitu pengacuan
satual lingual yang dipakai untuk menunjuk. Biasanya menggunakan kata : kini,
sekarang, saat ini, di sini, di situ, ini, itu, dan sebagainya.
Contoh:
Pohon-pohon kelapa itu, tumbuh di tanah lereng diantara pepohonan lain yang
rapat dan rimbun.
3. Referensi interogatif yaitu pengacuan
satuan lingual berupa kata tanya.
contoh:
Kamu mau kemana?
4. Referensi komparatif yaitu pengacuan
satual lingual yang dipakai untuk membandingkan satual lingual lain.
contoh:
Tidak berbeda jauh dengan ibunya, Nita orangnya cantik, ramah, dan lemah
lembut.
B. Substitusi ( penggantian)
Substitusi
diartikan sebagai penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain dalam
wacana untuk memperoleh unsur pembeda.
Substitusi dilihat dari satuan lingualnya dapat dibedakan atas:
1. Substitusi nominal yaitu penggantian satuan
lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata benda.
Contoh:
Memang Soni mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Surakarta. Pacarnya
itu memang cantik, halus budi bahasanya, dan bersifat keibuan.
2. Substitusi verbal yaitu penggantian
satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata kerja.
Contoh:
Soni berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan berobat ke dokter kemarin sore.
Ternyata dia di vonis menderita penyakit kanker. Selain berusaha ke dokter, dia
juga tidak lupa berdoa dan selalu berikhtiar pada allah.
3. Substitusi frasa yaitu penggantisn satuan
lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa frasa.
Contoh:
Hari ini hari minggu. Mumpung hari libur aku manfaatkan saja untuk menengok
Nenek di desa.
4. Substitusi klausal yaitu penggantian
satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa klausa.
Contoh:
Nida : jika perubahan yang dialami oleh azam
tidak bisa diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya, mungkin hal itu
dikarenakan oleh kenyataan bahwa orang –orang tesebut banyak yang tidak sukses
seperti azam.
Barik : tampaknya memang begitu!
C. Elipsis atau pelesapan
Elipsis
adalah pelesapan satuan lingual tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya.
Adapun fungsi dari elipsis yaitu:
1. Untuk efektifitas kalimat
2. Untuk mencapai nilai ekkonomis dalam
pemakaian bahasa
3. Untuk mencapai aspek kepaduan wacana
4. Untuk mengaktifkan pikiran pendengar atau
pembaca terhadap sesuatu yang di ungkapkan dalam satuan kata.
Contoh:
Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat
yang menentuksn dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih.
Kalimat
kedua yang berbunyi terima kasih merupakan elipsis. Unsur yang hilang adalah
subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Tuhan selalu
memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang
menentukan dalam penyusunan skripsi ini. Saya mengucapkan terima kasih.
Kakak:
Kapan adik datang?
Adik : tadi siang.
Pernyataan
adik tersebut merupakan pelesapan subjek dan predikat. Kalimat tersebut
selengkapnya berbunyi: Saya datang tadi siang.
D. Konjungsi (perangkaian)
Konjungsi
adalah kohesi gramatikal yang dilakukan dengan menghubungkan unsure yang satu
dengan unsure yang lain. Unsur yang dirangkai berupa kata, frasa, klausa, dan
paragraf.
Ø Macam-macam
konjungsi sebagai berikut:
1. Sebab-akibat
Hubungan
sebab-akibat terjadi apabila salah satu proposisi menunjukkan penyebab
terjadinya suatu kondisi tertentu yang merupakan akibat atau sebaliknya.
Konjungsi yang digunakan antara lain: karena, sebab, makanya, sehingga, oleh
karena itu, dengan demikian dan sebagainya.
Contoh:
Adik sakit sehingga tidak masuk sekolah.
2. Pertentangan
Hubungan
pertentangan terjadi apabila ada dua ide atau proposisi yang menunjukkan
kebalikan atau kekontrasan. Konjungsi yang digunakan yaitu tetapi dan namun.
Contoh:
Nyamuk berseliweran, pengemis, pelacur, pencoleng, dan gelandangan berkeliaran.
Namun, di kampung kumuh tersebut sedang dibangun sekolah mewah.
3. Kelebihan atau eksesif
Hubungan
eksesif digunakan untuk menyatakan kelebihan, ditandai dengan konjungsi malah.
Contoh:
Karena tadi malam kurang istirahat, dia tertidur di dalam kelas. Malah tugasnya
belum dikerjakan pula.
4. Perkecualian atau eksepsif
Hubungan
eksepsif digunakan untuk menyatakan pengecualian, ditandai dengan konjungsi
kecuali.
Contoh:
Anda tidak boleh mengkonsumsi obat tersebut kecuali dengan persetujuan dokter.
5. Tujuan
Hubungan
tujuan terjadi sebagai pewujudan untuk menyatakan tujuan yang ingin dicapai.
Konjungsi yang digunakan yaitu: agar dan sehingga.
Contoh:
Agar naik kelas, kamu harus rajin belajar.
6. Penambahan atau aditif
Penambahan
berguna untuk menghubungkan bagian yang bersifat menambahkan informasi dan pada
umumnya digunakan untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih. Konjungsi yang
digunakan yaitu: dan, juga, serta, selain itu.
Contoh:
Tingkah lakunya menawan. Tutur katanya sopan. Murah senyum, jarang marah, dan
tidak pernah berbohong. Juga tidak mau mempercakapkan orang lain. Selain itu,
ia suka menolong sesama teman. Dan dia penyabar.
7. Pilihan atau alternatif
Pilihan
digunakan menyatakan pilihan antara dua hal. Konjungsi yang digunakan yaitu
atau dan apa.
Contoh:
Pelajaran apa yang lebih kamu suka IPA atau IPS?
8. Harapan atau optatif
Konjungsi
harapan digunakan untuk menyatakan harapan yang ingin dicapai. Konjungsi yang
digunakan yaitu semoga, moga-moga.
Contoh:
Semoga, dia lulus dengan nilai terbaik.
9. Urutan atau sekuential
Merupakan
proposisi yang menunjukkan suatu hubungan kesejajaran atau urutan waktu.
Konjungsi yang digunakan yaitu setelah itu, lalu, kemudian, terus, mula-mula.
Contoh:
Intan bangun tidur pukul 05.00, kemudian ambil air wudlu. Setelah itu dia
menunaikan sholat subuh dengan khusyuk. Lalu tak lupa ia mengaji
10. Syarat
Merupakan
proposisi yang menunjukkan suatu hubungan syarat. Konjungsi yang digunakan
yaitu: apabila dan jika.
Contoh:
Jika bulan ini aku bisa bekerja lebih giat maka gajiku akan bertambah.
11. Cara
Merupakan
proposisi yang menunjukkan suatu hubungan cara.
Konjungsi
yang digunakan yaitu: dengan cara.
Contoh:
Mungkin dengan cara seperti ini, aku membantu beban keluarga.
Kohesi leksikal
yaitu perpaduan bentuk dalam struktur kata. Kohesi leksikal meliputi:
A. Pengulangan atau repetisi
Repetisi
merupakan salah satu cara untuk mempertahankan hubungan konsesif antar kalimat.
Hubungan ini dibentuk dengan mengulang satuan lingual.
Contoh:
Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang
belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan
pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini.
B. Sinonimi
Sinonimi
merupakan persamaan makna kata.
Contoh:
Hari pahlawan diperingati tiap 10 November. Mereka adalah pejuang bangsa yang
rela mengorbankan jiwa raga demi kesatuan Negara Republik Indonesia. Jasa
mereka selalu dikenang sepanjang masa.
C. Antonim
Antonim
merupakan perlawanan kata.
Contoh:
Dalam
rangka menyambut peringatan kemerdekaan Republic Indonesia, warga setempat
mengadakan kerja bakti. Bagi yang putri sebagian besar membawa sapu, sedangkan
yang putra membawa sabit. Tak ketinggalan pula nenek maupun kakek ikut serta
meramaikan peringatan tersebut.
D. Hiponim
Hiponim
merupakan sebuah pernyataan yang berpola umum-khusus
Contoh:
Setiap hari Anita menyiram bunga di taman. Bermacam-macam bunga diantaranya
mawar, melati, dahlia, dan anggrek.
E. Kolokasi
Kolokasi
merupakan sebuah pernyataan yang berpola khusus-umum.
Contoh:
Bermula dari goresan bolpoin pada selembar kertas namanya sekarang tenar. Dari
lembaran-lembaran kertas tersebut di gabung dalam satu buku. Buku tersebut
menjadi perbincangan banyak orang karena banyak dimuat dalam majalah, koran,
televisi. Berkat media massa, namanya menjadi terkenal.
F. Ekuivalensi
Ekuivalensi
merupakan kesejajaran dalam sebuah kalimat.
Contoh:
Setiap hari aku belajar dengan rajin. Bu Narti sebagai guruku selain mengajarkan mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan, beliau juga mengajarkan pendidikan moral.
Pada
kondisi tertentu, unsure-unsur kohesi menjadi contributor penting bagi
terbentuknya wacana yang koheren ( Halliday dan Hassan, 1976; Gunawan Budi
Santosa, 1998:28). Namun demikian pelu disadari bahwa unsur-unsur kohesi
tersebut tidak selalu menjamin terbentuknya wacana yang uth dan koheren.
Alasannya, pemakaian alat-alat kohesif dalam suatu teks tidak langsung
menghasilkan wacana yang koheren ( Anton M. Moeliono, dkk, 1988: 322). Dengan
kata lain, srtuktur wacana yang baik dan utuh harus memiliki syarat-syatar kohesi
sekaligus koherensi.
Koherensi
Koherensi
adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi
suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya (Wohl,
1978 : 25). Koherensi merupakan keterkaitan antara bagian yang satu dengan
bagian yang lainnya sehingga kalimat tersebut mempunyai kesatuan makna yang
utuh.
Yang
termasuk unsur-unsur koherensi meliputi:
1. Penambahan
Sarana
penghubung yang berupa penambahan itu antara lain: dan, juga, lagi pula, selanjutnya,
seperti tertera pada contoh berikut:
Laki-laki
dan perempuan, tua dan muda, juga para tamu turut bekerja bergotong-royong
menumpas hama tikus di sawah-sawah di desa kami. Selain daripada menyelamatkan
tanaman, juga upaya itu akan meningkatkan hasil panen. Selanjutnya upaya itu
akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Lagi pula upaya ini telah lama
dianjurkan oleh pemerintah kita.
2. Repetisi
Penggunaan
repetisi atau pengulangan kata sebagai sarana koherensi wacana, terlihat pada
contoh di bawah ini.
Dia
mengatakan kepada saya bahwa kasih sayang itu berada dalam jiwa dan raga sang
ibu. Saya menerima kebenaran ucapan itu. Betapa tidak. Kasih sayang pertama
saya peroleh dari ibu saya. Ibu melahirkan saya. Ibu mengasuh saya. Ibu
menyusui saya. Ibu memandikan saya. Ibu menyuapi saya. Ibu meninabobokan saya.
Ibu mencintai dan mengasihi saya. Saya tidak bisa melupakan jasa dan kasih
sayang ibu saya seumur hidup. Semoga ibu panjang umur dan dilindungi Tuhan.
3. Pronomina
Sarana
penghubung yang berupa kata ganti orang, terlihat pada contoh berikut ini:
Rumah
Lani dan rumah Mina di seberang sana. Mereka bertetangga. Lani membeli rumah
itu dengan harga lima juta rupiah. Harganya agak murah. Dia memang bernasib
baik.
4. Sinonimi
Pada
contoh berikut ini terlihat penggunaan sarana koherensi wacana yang berupa
sinonimi atau padanan kata (pengulangan makna).
Memang
dia mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Solo. Pacarnya itu memang
cantik, halus budi bahasa, dan bersifat keibuan sejati. Tak salah dia memilih
kekasih, buah hati yang pantas kelak dijadikan istri, teman hidup selama hayat
dikandung badan.
5. Totalitas Bagian
Kadang-kadang,
pembicaraan kita mulai dari keseluruhan, baru kemudian kita beralih atau
memperkenalkan bagian-bagiannya. Penggunaan sarana koherensif seperti yang
dimaksudkan, terlihat pada contoh berikut ini. Totalitas bagian bisa diartikan
pernyataan yang berpola umum-khusus.
Saya
membeli buku baru. Buku itu terdiri dari tujuh bab. Setiap bab terdiri pula
dari sejumlah pasal. Setiap pasal tersusun dari beberapa paragraf. Seterusnya
setiap paragraf terdiri dari beberapa kalimat. Selanjutnya kalimat terdiri atas
beberapa kata. Semua itu harus dipahami dari sudut pengajaran wacana.
6. Komparasi
Komparasi
atau perbandingan pun dapat menambah serta meningkatkan kekoherensifan wacana.
Komparasi digunakan untuk membandingkan dua hal yang berbeda, seperti dalam
contoh berikut ini.
Sama
halnya dengan Paman Lukas, kita pun harus segera mendirikan rumah di atas tanah
yang baru kita beli itu. Sekarang rumah Paman Lukas itu hampir selesai. Mengapa
kita tidak membuat hal yang serupa selekas mungkin? Kita juga sanggup berbuat
hal yang sama, takkan lebih dari itu. Tetapi, tidak seperti rumah Paman Lukas
yang bertingkat, kita akan membangun rumah yang besar dan luas. Kita tidak
perlu mendirikan rumah bertingkat karena tanah kita cukup luas.
7. Penekanan
Dengan
sarana penekanan pun kita dapat pula menambah tingkat kekoherensifan wacana.
Penekanan digunakan untuk menekankan yang dianggap penting, seperti terlihat
pada contoh berikut ini.
Bekerja
bergotong-royong itu bukan pekerjaan sia-sia. Nyatalah kini hasilnya. Jembatan
sepanjang tujuh kilometer yang menghubungkan kampung kita ini dengan kampung di
seberang ini telah selesai kita kerjakan. Jelaslah hubungan antara kedua
kampung, berjalan lebih lancar. Sudah tentu hal ini memberi dampak positif bagi
masyarakat kedua kampung.
8. Kontras
Juga
dengan kontras atau pertentangan para penulis dapat menambah kekoherensifan
karyanya. Contoh penggunaan sarana seperti ini terlihat pada berikut ini.
Aneh
tapi nyata. Ada teman saya seangkatan, namanya Joni. Dia rajin sekali belajar,
tetapi setiap ujian selalu tidak lulus. Namun demikian, dia tidak pernah putus
asa. Dia tenang saja. Tidak pernah mengeluh. Bahkan sebaliknya, dia semakin
rajin belajar.
9. Simpulan
Dengan
kata-kata yang mengacu kepada hasil atau simpulan pun, kita dapat juga
meningkatkan kekoherensifan wacana. Penggunaan sarana seperti itu dapat dilihat
pada contoh berikut ini.
Pepohonan
telah menghijau di setiap pekarangan rumah dan ruangan kuliah di kampus kami.
Burung-burung beterbangan dari dahan ke dahan sambil bernyanyi-nyanyi. Udara
segar dan sejuk nyaman. Jadi penghijauan di kampus itu telah berhasil.
Demikianlah kini keadaan kampus kami, berbeda dengan beberapa tahun yang lalu.
Oleh karena itu, para sivitas akademika merasa bangga atas kampus itu.
10. Contoh
Dengan
pemberian contoh yang tepat dan serasi, kita dapat pula menciptakan
kekoherensifan wacana, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Halaman
rumah kami telah berubah menjadi warung hidup. Di pekarangan itu ditanami
kebutuhan dapur sehari-hari, umpamanya: bayam, tomat, cabai, talas, singkong,
dan lain-lain. Ada juga pekarangan rumah yang berupa apotek hidup. Betapa
tidak. Di pekarangan itu ditanami bahan obat-obatan tradisional, misalnya:
kumis kucing, lengkuas, jahe, kunyit, sirih, dan lain-lain. Kelebihan kebutuhan
sehari-hari dari warung dan apotek hidup itu dapat pula dijual ke pasar,
sebagai contoh: bayam, cabai, jahe, dan sirih.
11. Paralelisme
Pada
contoh berikut ini terlihat penggunaan kesejajaran atau paralelisme klausa
sebagai sarana kekoherensifan wacana. Kesejajaran tersebut dinyatakan dalam
satu kalimat. Kesejajaran tersebut bisa berupa subjek predikat, subjek predikat
objek, atau yang lain.
Waktu
dia datang, memang saya sedang asik membaca, saya sedang tekun mempelajari buku
baru mengenai wacana. Karena asiknya, saya tidak mengetahui, saya tidak mendengar
bahwa dia telah duduk di kursi mengamati saya.
12. Waktu
Kata-kata
yang mengacu pada tempat dan waktu pun dapat meningkatkan kekoherensifan
wacana, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Sementara
itu tamu-tamu sudah mulai berdatangan. Ruangan terasa kian sempit. Tidak lama
kemudian, anak saya mengangkat barang itu dan menaruhnya di atas lemari.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana,
2005. Kajian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana
Rani,
Abdul. 2006. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang:
Bayumedia Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar