Selasa, 25 Oktober 2016

Morfofonemik

Morfofonemik atau disebut juga morfonologi atau morfofonologi merupakan kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik dari proses afiksasi, reduplikasi, maupun proses komposisi
( Chaer : 43).

Contoh : dalam proses pengimbuhan sufiks { -an } pada kata dasar ‘hari’ akan muncul bunyi [ y ], yang dalam ortografi tidak dituliskan, tetapi dalam ucapan dituliskan menjadi kata ‘harian → hariyan’
Contoh lain : dalam proses pengimbuhan { -an } + bulan, pada huruf [ n ] akan mengalami pergeseran ke belakang membentuk suku kata baru yakni ‘bulanan’.
1.      Jenis perubahan
            Beberapa jenis perubahan berkenaan dengan proses morfologi, antara lain :
a)      Pemunculan fonem, merupakan munculnya fonem ( bunyi ) dalam proses morfologi yang pada mulanya tidak ada menjadi ada ( Chaer : 43 )
Contoh : { me- } + bawa → membawa
               { me- } + baca → membaca
               { me- } + buat → membuat
Pada ketiga contoh diatas menunjukkan bahwa terdapat pemunculan bunyi sengai yakni {m} yang semula tidak ada.

b)      Pelesapan fonem, merupakan hilangnya fonem dalam suatu proses morfologi
( Chaer : 44 )
Contoh : { ber- } + renang → berenang, yakni menghilangnkan huruf  [ r ]
               { -wan } + sejarah → sejarawan, yakni menghilangkan huruf  [ h ]

 
c)      Peluluhan fonem, merupakan luluhnya sebuah fonem serta disenyawakan dengan fonem lain dalam suatu proses morfologi ( Chaer : 44)
Contoh : { me- } + sikat menyikat, terdapat peluluhan fonem [ s ] pada kata ‘sikat’ dan disenyawakan dengan fonem nasal [ ny ] yang ada pada morfem { me- }
  { pe- } + sikat penyikat

d)     Perubahan fonem, merupakan berubahnya sebuah fonem atau sebuah bunyi, sebagai akibat terjadinya proses morfologi ( Chaer : 45)
Contoh : { ber- } + ajarbelajar, dimana fonem [ r ] berubah menjadi fonem [ l ]
               { ter- } + anjur → terlanjur, dimana fonem [r] berubah menjadi fonem [ l ]

e)      Pergeseran fonem, merupakan berubahnya posisi sebuah fonem dari satu suku kata ke dalam suku kata yang lainnya ( Chaer : 45)
Contoh : { -an } + takar takaran
               { -an } + tahun tahunan
               { -an } + puluh puluhan
pada contoh kata diatas yakni mengalami pergeseran fonem [r], [n], [h] bergeser ke belakang dan bergabung dengan morfem { -an}.

2.      Morfofonemik pembentukan kata Bahasa Indonesia
( dikutip dari Chaer : 46-55)
A.    Prefiksasi { ber- }
·         Pelesapan fonem [r] pada prefiks { ber- } terjadi apabila bentuk dasar yang diimbuhi mulai dengan fonem [r] atau suku pertama bentuk dasarnya berbunyi [ er ]
Contoh : Ber + renangberenang
               Ber + ragamberagam
·         Perubahan fonem [r] pada prefiks { ber- } menjadi fonem [l] terjadi bila bentuk dasarnya ‘ajar’
Contoh : ber + ajarbelajar
·         Pengekalan fonem [r] pada prefiks { ber- } tetap [r] terjadi apabila bentuk dasarnya bukan yang ada pada a dan b diatas
Contoh : Ber + obatberobat
B.     Prefiksasi { me- }
·         Pengekalan fonem, terjadi apabila bentuk dasarnya berawalan huruf [r], [l], [w], [y], [m], [n], [n], dan [ny]
Contoh : Me + lirikmelirik
               Me + makanmemakan
·         Penambahan fonem yaitu penambahan fonem nasal [m], [n], [ng], [nge]. Penambahan fonem nasal [m] terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan konsonan [b] dan [f].
Contoh : me + dengar → mendengar
               Me + buru → memburu
·         Peluluhan fonem terjadi apabila prefiks { me- }diimbuhkan pada bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan bersuara [s], [k], [p], dan [t].
Contoh : me + susut → menyusut, konsonan [s] diluluhkan dengan nasal [ny]
               Me + kirim → mengirim, konsonan [k] diluluhkan dengan nasal [ng]

C.     Prefiksasi { pe- }dan Konfiksasi { pe- / -an }
·         Pengekalan fonem, yaitu tidak ada perubahan fonem, dapat terjadi apabila bentuk dasarnya diawali dengan konsonan [r], [l], [y], [m], [n], [ng], dan [ny]
Contoh : pe + latihpelatih ; pe/an + latihpelatihan
               Pe + manfaatpemanfaat ; pe/an + manfaatpemanfaatan
·         Penambahan fonem, yakni penambahan fonem nasal [m], [n], ng], [nge] antara prefiks dan bentuk dasar
Contoh : pe + binapembina ; pe/an + binapembinaan
               Pe + burupemburu ; pe/an + burupemburuan
·         Peluluhan fonem, yaitu apabila prefiks { pe- } atau { pe- / -an } diimbuhkan pada bentuk dasar yang diawali dengan konsonan bersuara [s], [k], [p], [t]
Contoh : pe + saringpenyaring ; pe/an + saring penyaringan
D.    Prefiksasi { per- } dan Konfiksasi { per- / -an }
·         Pelesapan fonem [r] terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem [r] atau suku pertamanya [er]
Contoh : per + ternakpeternak
               Per + runcingperuncing
·         Perubahan fonem [r] menjadi fonem [l] terjadi bila bentuk dasarnya berupa kata ‘ajar’
Contoh : per + ajarpelajar
·         Pengekalan fonem [r] terjadi apabila bentuk dasarnya bukan yang ada pada a dan b diatas
Contoh : per + cepatpercepat
               Per + tegaspertegas

E.     Sufiksasi { -an }
·         Pemunculan fonem, fonem  [w] dapat terjadi apabila sufiks { an- } diimbuhkan pada bentuk kata dasar yang berakhir dengan vokal [u]
Contoh : temu + -antemuwan
               Juta + -anjutawan
·         Pergeseran fonem, terjadi apabila sufiks { -an } diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengan sebuah konsonan
Contoh : makan + -anmakanan
               Minum + -anminuman

F.      Prefiksasi { ter- }
·         Pelesapan fonem dapat terjadi apabila prefiks { ter- } diimbuhkan pada bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan [r]
Contoh : ter + rabateraba
               Ter + rebutterebut

·         Perubahan fonem [r] pada prefiks { ter- } menjadi fonem [l] terjadi bila bentuk prefi ks { ter- } diimbuhkan pada bentuk dasar anjur
Contoh : ter + anjurterlanjur
·         Pengekalan fonem [r] pada prefiks { ter- } tetap menjadi [r] apabila prefiks { ter- } diimbuhkan pada bentuk kata dasar yang disebutkan pada a dan b diatas
Contoh :ter + baikterbaik
               Ter + lemparterlempar

3.      Bentuk nasal dan tak bernasal
Hadir dan tidaknya bunyi nasal dalam pembentukan kata bahasa Indonesia sangat erat kaitannya dengan tiga hal, yakni : pertama, tipe verba yang “menurunkan” bentuk kata itu; kedua, upaya pembentukan kata sebagai istilah; ketiga, upaya pemberian makna tertentu.
( dikutip dari Chaer : 56-62)
a.       Kaitan dengan tipe verba
Kaidah penasalan untuk verba berprefiks me- (dengan nomina pe- dan pe-an) yang diturunkan adalah sebagai berikut :
1)      Nasal tidak akan muncul bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem / l, r, w, y, m, n, ny, atau ng/. Contoh: - Meloncat → peloncat → peloncatan
                             - Merawat → perawat → perawatan
2)      Akan muncul nasal /m/ bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem /b, p, dan f/.
Contoh : -Membina → pembina → pembinaan
                    -Memilih → pemillih →  pemilihan
3)      Akan muncul nasal /n/ bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem /d, atau t/.
Contoh : -Mendengar →  pendengar →  pendengaran
               -Mendapat →  pendapat →  pendapatan
4)      Akan muncul nasal /ny/ bila bentuk dasarnya mulai denga fonem /s, c, dan j/.
Contoh : -Menyambut →  penyambut →  penyambutan
               -Menyakiti →  penyakit →  penyakitan
5)      Akan muncul nasal /ng/ bila bentuk dasarnya diawali dengan fonem /k, g, h, kh, a, i, u, e, atau o/. Contoh : -Mengirim →  pengirim →  pengiriman
                               -Menggali →  penggali →  penggalian
6)      Akan muncul nasal /nge-/ apabila bentuk dasarnya berupa kata ekasuku.
Contoh: -Mengetik →  pengetik →  pengetikan
              - Mengelas →  pengelas →  pengelasan
b.      Kaitan dengan upaya pembentukan istilah
Dalam peristilahan olahraga sudah ada istilah petinju (yang diturunkan dari verbabertinju) sebagai suatu profesi, yang berbeda dengan bentuk peninju (yang diturunkan dari verba meninju) yang bukan menyatakan profesi. Kemudian berdasarkan bentukpetinju dibuatlah istilah-istilah dalam bidang olahraga seperti petembak (bukan penembak), petenis (bukan penenis), peterjun (payung) (bukan penerjun payung), pegolf (bukan penggolf). Jika dilihat bentuk-bentuk tersebut sebenarnya menurut kaidah penasalan haruslah bernasal. Namun, sebagai istilah yang dibuat secara analogi tidak diberi nasal.

c.       Kaitan dengan upaya semantik
Untuk memberi makna tertentu, bentuk yang seharusnya tidak bernasal diberi nasal. Umpamanya, bentuk mengkaji dalam arti ‘meneliti’ dibedakan dengan bentuk mengkaji yang berarti ‘membaca Alquran’.
Contoh yang lain: penjabat → pejabat ;  penglepasan → pelepasan.
Sementara itu, tanpa perbedaan semantik, pasangan kata dengan peluluhan fonem awal bentuk dasar dan dengan yang tanpa peluluhan lazim digunakan orang secara bersaingan.
Contoh: mensukseskan → menyukseskan ; mengkombinasikan → mengombinasikan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar